Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mulai diterjang kritik setelah kebijakannya dinilai kontroversi dan tidak pro rakyat. Namun ternyata, berdasarkan survei terbaru yang dirilis Indo Barometer, Senin (6/4), institusi kepresidenan masih menjadi lembaga negara yang paling dipercaya masyarakat.
Institusi kepresidenan mendapatkan kepercayaan masyarakat sebesar 88,3 persen yang menjadikannya sebagai institusi paling dipercaya dibandingkan institusi lain.
Selain itu, beberapa lembaga negara atau institusi politik yang turut dinilai yaitu Tentara Nasional Indonesia (88,2 persen); Komisi Pemberantasan Korupsi (80,3 persen); Majelis Permusyawaratan Rakyat (68,5 persen), Kejaksaan (63,8 persen); Kepolisian (62,8 persen); Dewan Perwakilan Daerah (61,1 persen), Pengadilan (58,5 persen); serta Dewan Perwakilan Rakyat (56 persen).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, partai politik juga mendapat sorotan dengan angka terendah, yaitu 38,9 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan organisasi agama (84,8 persen); media massa (76,7 persen); Lembaga Swadaya Masyarakat (62,3 persen); dan media sosial (45,3 persen).
Ketua DPD Irman Gusman menilai, kepercayaan responden yang tinggi terhadap institusi kepresidenan merupakan fenomena menarik. "Berarti institusi ini masih dianggap mampu memperbaiki permasalahan bangsa," kata Irman.
Meski demikian, Irman berpendapat Jokowi dan JK perlu serius memperbaiki pemerintahan. Apalagi tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi hanya sebesar 57,5 persen, sedangkan tingkat kepuasan terhadap kinerja JK adalah 53,3 persen.
"Ini merupakan peringatan dini bagi Jokowi-JK. Dibandingkan dengan masa SBY-JK, angka ini sangat rendah," tutur Irman.
Menurut Irman, masa pemerintahan Jokowi-JK yang baru akan mencapai enam bulan seharusnya masih dalam masa 'bulan madu'. Artinya, kepuasan masyarakat seharusnya masih cukup tinggi. "Seharusnya tingkat kepuasan bisa mencapai 70-80 persen. Kalau 50 persen seharusnya ketika sudah masuk dua atau tiga tahun pemerintahan," ujarnya.
Survei dilaksanakan di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan jumlah responden 1.200 orang. Responden dipilih dengan metode multistage random sampling untuk menghasilkan responden yang mewakili seluruh populasi publik dewasa Indonesia. Pengumpulan data dengan wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner dan dilakukan pada 15-25 Maret 2015.
(rdk)