Perhitungan Kerugian Negara Kasus SDA dari Laporan Kemenag

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Senin, 06 Apr 2015 19:17 WIB
Dasar perhitungan kerugian keuangan negara dari laporan awal Inspektorat Jenderal Kementerian Agama tahun 2012.
Sidang praperadilan Suryadharma Ali menghadirkan sejumlah ahli dan saksi fakta dalam sidang lanjutan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya oleh KPK di PN Jakarta Selatan, Kamis, 2 April 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan seorang penyelidik bernama Sugiarto sebagai saksi fakta dalam persidangan praperadilan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali hari ini, Senin (6/4). Di hadapan hakim tunggal Teti Herdianti, Sugiarto menyebut dasar perhitungan kerugian keuangan negara adalah dari laporan awal Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama.

"Awalnya berdasar pada bukti laporan dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama tahun 2012. Bukti laporan ini menjadi petunjuk bagi tim auditor untuk diverifikasi," kata Sugiarto.

Dari hasil verifikasi, Sugiarto mengaku, tim auditor menemukan potensi kerugian negara lebih dari Rp 1 miliar. Kemudian dalam expose atau gelar perkara, KPK menjadikan temuan ini sebagai alat bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara dari penyelidikan ke penyidikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim penyelidik KPK memang memiliki auditor internal yang bertugas menghitung potensi kerugian keuangan negara dalam pidana korupsi. "Kalau yang di tim kami itu salah satunya auditor dan pernah menjadi ahli di beberapa pengadilan. Ada tiga orang kurang lebih," ujar Sugiarto.

Selain terdapat penyelidik atau penyidik dari Polri dan atau independen, Sugiarto menjelaskan KPK memiliki pegawai negeri dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kementerian Keuangan di dalam tim penyelidiknya.

Latar belakang ketiga lembaga negara tersebut kemudian menjadi alasan KPK memberi kewenangan kepada mereka yang terlibat dalam proses penyelidikan untuk melakukan audit terhadap barang bukti awal yang diduga berpotensi mengandung kerugian keuangan negara.

"Tim auditor yang masuk di situ punya pengetahuan di bidang auditor atau punya cara hitung-hitungan sendiri. Yang jelas dia bisa menghitung," ujar Sugiarto.

Kuasa hukum Suryadharma sebelumnya mempertanyakan perihal penghitungan potensi kerugian keuangan negara oleh KPK yang dianggap tidak sah. Pasalnya, dalam penghitungan kerugian tersebut KPK tidak melibatkan lembaga negara resmi, seperti BPK atau BPKP, untuk melakukan audit, seperti yang diatur dalam undang-undang di bidang keuangan negara.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka pada 22 Mei 2014 melalui Surat Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik 27/01/05/2014.

Berdasar Sprindik tersebut, KPK mengklaim Suryadharma melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai penyelenggara negara dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 sehingga diindikasikan mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 3 miliar dari penghitungan perjalanan dinas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji.

Namun, pada 24 Desember 2014 KPK kembali mengeluarkan Sprindik baru bernomor 27A/01/12/2014 yang memperluas dugaan tindak pidana korupsi Suryadharma dalam penyelenggaraan ibadah haji dari tahun 2010-2013 dengan indikasi kerugian negara sekitar Rp 1,8 triliun dari penghitungan pengelolaan dana pemondokan haji di Arab Saudi.

Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu disangka melanggar pasal pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 KUHPidana. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER