Jakarta, CNN Indonesia -- Duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, menggugat wewenang Presiden dalam menolak atau menerima permohonan grasi. Gugatan diajukan ke pembaga penguji undang-undang, Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (9/4). Gugatan atas nama keduanya diwakilkan kuasa hukum, Todung Mulya Lubis dan Leonard Arpan Aritonang.
"Kami menggugat Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi," ujar kuasa hukum Bali Nine, Leonard Arpan Aritonang ketika dikonfirmasi CNN Indonesia, Kamis (9/4). Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam pasal tersebut, Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). "Pasal 11 ayat 1 itu inskonstitusional sepanjang tidak tercantum 'diperlukannya penelitian terhadap pemohon grasi dan permohonannya'," ujar Leo. Alhasil, presiden sebelum memberikan keputusan diminta untuk mengkaji kasus dan permohonannya.
(Baca juga: Detik-detik Maut Lima Terpidana di Depan Regu Tembak)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, dalam Pasal 11 ayat 2, disebutkan, keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi. "Kita anggap itu inkonstitusional sepanjang tidak disertai alasan yang layak," ujarnya.
Menurutnya, harus ada pertimbangan dan alasan yang jelas apabila Presiden Jokowi akan menolak atau menerima grasi. "Keputusan grasi yang kemarin tidak cukup alasannya. Padahal permohonanya ada 40 halaman. Kalau mengenai ditolak atau diterima memang terserah presiden. Tapi alasannya apa?" ucapnya. (Baca juga:
Duo Bali Nine Ajukan Uji Materi ke MK setelah Banding Ditolak)
Leo juga menyayangkan kliennya yang tak pernah memiliki catatan buruk dan telah berguna bagi terpidana lainnya, justru tidak dipertimbangkan sama sekali. "Kalau cuma tertulis 'tidak cukup alasan untuk diterima' dalam Keppres, itu sama saja tidak ada pertimbangan karena itu adalah keputusannya sendiri. Harus ada premis pendukung," tuturnya.
Lebih lanjut, duo warga Australia juga menggugat soal legal standing seseorang yang mengajukan gugatan uji materi ke MK. "Kami gugat Pasal 51 ayat 1 huruf a UU MK," ujarnya. Pasal tersebut hanya membatasi warga negara Indonesia yang dapat mengajukan uji materi. Sementara kliennya merupkan warga Australia. (Baca juga:
Panas-Dingin dengan RI, Dubes Australia: Itu Dapat Dimengerti)
Pasal 51 ayat (1) UU MK menjelaskan pemohon uji materi adalah pihak yang menganggap hak dan/atau hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.
"Sepanjang apabila HAM sebagai tolak ukur pengujian, dan undang-undang tersebut (UU Grasi) secara substansial berlaku baik terhadap Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing," katanya. Menurutnya, baik Chan maupun Sukumaran juga harus dilindungi oleh UUD 1945. (Baca juga:
Jusuf Kalla dan Hubungan Tetangga yang Tak Lagi Tegang)
Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur menolak perlawanan atau banding atas penetapan pengadilan yang menolak memeriksa gugatan Keputusan Presiden soal penolakan grasi duo Bali Nine. Putusan tersebut dibacakan Senin (6/4). "Alasan majelis, Keputusan Presiden menolak grasi ini kewenangan berdasar UUD, jadi tidak tidak bisa diuji ke PTUN," katanya.
Sebelumnya, gugatan atas Keputusan Presiden telah dilayangkan oleh duo "Bali Nine" ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kuasa hukumnya, Leonard berpendapat Presiden Jokowi tak menjelaskan detail alasan penolakan grasi yang seharusnya tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 32/G tahun 2014 untuk Sukumaran, dan Keputusan Presiden No 9/G tahun 2015 tertanggal 17 Januari 2015 untuk Andrew Chan.
Namun, Ketua PTUN Jakarta menetapkan menolak permohonan Chan dan Sukumaran. Atas putusan tersebut, Chan dan Sukumaran mengajukan perlawanan ke pengadilan yang lebih tinggi melalui banding. Banding diajukan pada Senin (2/3) lalu.
(Baca juga: Kode 'Just Landed' Sebelum Eksekusi Terpidana Mati)Chan dan Sukumaran diketahui tergabung dalam kelompok "Bali Nine" yang diciduk kepolisian pada 2004 karena terbukti menyelendupkan lebih dari delapan kilogram heroin. Keduanya divonis hukuman mati pada 2005 dan mendekam di penjara. Saat ini, keduanya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Besi, Nusakambangan.
(hel)