Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat dapat memaklumi kebijakan penundaan pelaksanaan eksekusi para terpidana mati kasus narkoba gelombang kedua. Pemerintah berdalih, selain karena masih menunggu hasil Peninjauan Kembali (PK) juga karena akan adanya peringatan Konferensi Asia-Afrika di Indonesia.
“Saya kira kalau maksudnya untuk menjaga kesejukan suasana diplomasi pemerintah maka hal ini bisa dipahami,” kata anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (8/4).
Namun politikus Partai Persatuan Pembangunan ini menekankan, setelah pelaksanaan peringatan KAA selesai maka pemerintah harus menunjukkan kekonsistenan sikap hukum dalam soal eksekusi mati ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Penundaan hanya dapat dilakukan jika masih ada upaya hukum yang sebelumnya belum digunakan oleh terpidana mati yang bersangkutan. Tapi kalau misalnya sudah pernah PK terus mengulang-ulang PK ya itu bukan alasan untuk penundaan,” tutur Arsul.
Pelaksanaan eksekusi para terpidana mati kasus narkoba tahap kedua sudah tertunda sekian lama. Selaku eksekutor, Jaksa Agung HM Prasetyo kini memberi dua alasan penundaan. Selain masih menunggu hasil PK dari sejumlah terpidana, juga terkait dengan akan digelarnya peringatan KAA di Bandung menjelang akhir April nanti.
“Masih ada PK yang ditunggu. Masih dua, Silvester Anderson dan Serge Atlaoui,” kata Prasetyo saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/4).
Prasetyo menjelaskan bahwa akan dijadikannya Indonesia sebagai tempat peringatan 60 tahun KAA pada 19 hingga 24 April 2015 turut menjadi faktor penundaan eksekusi. Perhelatan akbar itu akan melibatkan 109 negara.
“Itu juga salah satu yang kita pertimbangkan,” ujarnya. “Masa ada tamu (negara-negara lain) kita mau lakukan (eksekusi mati),” lanjut Prasetyo seraya mengatakan bahwa penundaan karena faktor tersebut bukan instruksi dari Presiden Jokowi.
Prasetyo menambahkan bahwa memang ada dari terpidana yang mengajukan upaya hukum luar biasa lebih dari sekali. “Sekarang pengacaranya mengajukan upaya hukum lain, PK dan sebagainya, karena itu merupakan hak mereka ya kita berikan,” ujarnya. “Sebenarnya setelah grasi, tidak perlu ada lagi upaya hukum lain. Pamungkas sebenarnya, grasi itu,” lanjut Prasetyo.
(obs/obs)