Jakarta, CNN Indonesia -- Keinginan Siti Zaenab, Tenaga Kerja Indonesia asal Bangkalan Jawa Timur, untuk bisa menghafal Al Quran kandas di tengah jalan. Selasa (14/4) kemarin, Siti mati setelah dipancung oleh algojo Arab Saudi atas dakwaan pembunuhan majikan perempuan pada 1999 silam.
Sebelum akhirnya dipancung, keluarga Siti, termasuk kedua anak-anaknya Syarifuddin dan Mohammad Iqbal, giat memperjuangan penundaan waktu eksekusi mati bagi Siti. Alasannya, mereka ingin Siti bisa hafal 30 juz sebelum akhirnya mati dipancung.
"Baru hafal 11 juz Al Quran, Ibu sudah keburu tak ada," kata Syarifuddin seperti dikisahkan oleh Dirjen Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) dan Bantuan Hukum Indonesia (BHI) Lalu Iqbal kepada CNN Indonesia, Rabu (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu menjelaskan sejak pertama mendengar kabar dari Siti mengenai kondisinya yang sering menerima penyiksaan berat dari sang majikan perempuan, kakak kandung Siti, Hasan, tak henti meminta bantuan dari pemerintah untuk memulangkan Siti.
(Baca Juga: FOKUS Nasib Siti DIpancung di Saudi)Pada 1999, sebelum kejadian pembunuhan terjadi, Hasan telah menghubungi kantor Depnakertrans. Oleh Depnakertrans, Hasan kemudian diminta untuk mendatangi perusahaan penyalur Siti, yakni PT Panca Bayu Ajisakti dan berkirim surat ke KBRI Riyadh.
Namun, Siti tak kunjung pulang, hingga akhirnya suatu ketika Siti, menurut keterangan Migrant Care, berupaya untuk melakukan pembelaan diri atas tindak kekerasan yang dilakukan sang majikan perempuan, Nouroh Binti Abdullah Duhem Al Maruba. Tindakan itu menyebabkan tewasnya Nouroh di tangan Siti.
Tak lama, Hasan mendapatkan kabar kalau Siti ditahan dan terancam hukuman mati. Upayapun kembali dilakukan dengan meminta bantuan pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Luar Negeri, hingga berkujung ke ulama-ulama di Madinah untuk meminta dukungan pemaafan atas tindakan Siti.
Namun, pihak keluarga korban tetap memutuskan tidak mau bertemu dengan keluarga Siti, pun dengan kedua anak-anaknya. Syarifuddin, si sulung, lantas mencoba berkirim surat kepada ahli waris, sebagai pemutus nasib Siti, dengan menjelaskan kondisi dan harapan sesama anak serta meminta keihklasan agar Ibu mereka bisa menyelesaikan hafalan Al Quran terlebih dahulu.
Permintaan itu tidak digubris. Sehingga, pada 2013, Pengadilan Madinah memutuskan permohonan maaf Siti ditolak sehingga eksekusi mati bisa segera dilaksanakan.
(utd)