Jakarta, CNN Indonesia -- Duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, mendesak Kejaksaan Agung untuk menunda eksekusi mati. Alasannya, mereka kini tengah melakukan upaya hukum dengan menggugat Undang-Undang Grasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami mendesak Jaksa Agung untuk menunggu hasil uji materi karena ini adalah proses hukum yang berlaku," ujar kuasa hukum Chan dan Sukumaran, Todung Mulya Lubis, di kantornya, Jakarta, Rabu (15/4).
Menurut Todung, pemerintah Indonesia harus membangun budaya untuk berkomitmen melindungi hak hidup seluruh orang. "Saya mendengar eksekusi akan dilaksanakan setelah Konferensi Asia Afrika selesai. Tapi, Kejaksaan harus menunggu uji materi ini," kata Todung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Uji materi diajukan pada Kamis lalu (9/4). Hingga saat ini, belum ada jadwal yang dibuat untuk sidang pengujian tersebut. Apabila jadwal sidang perdana telah ditetapkan, maka majelis akan mendengarkan permohonan dari duo Bali Nine tersebut.
Selain Bali Nine, turut menjadi penggugat adalah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), lembaga pemantau hukum Inisiator Muda, dan Imparsial. Apabila permohonan telah diperdengarkan, maka majelis hakim akan mendengarkan keterangan pihak tergugat, yakni pemerintah, dan pihak terkait lainnya. Setelah itu, para pakar akan dihadirkan untuk memberikan pandangannya.
Chan dan Sukumaran beserta lembaga lainnya menggugat Pasal 11 ayat 1 dan 2 UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang grasi dan Pasal 51 ayat 1 UU MK. Dalam pasal tersebut, Presiden dimandatkan untuk memberi keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Namun, menurut pihak Chan dan Sukumaran, presiden juga harus melakukan penelitian terhadap pemohon grasi dan permohonannya. Setelah melakukan pengkajian terhadap permohonan grasi, Presiden dinilai perlu untuk memberikan alasan yang layak atas keputusannya untuk menerima atau menolak.
Menurut Todung, Presiden Jokowi tak menjelaskan detail alasan penolakan grasi yang seharusnya tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 32/G tahun 2014 untuk Myuran, dan Keputusan Presiden No 9/G tahun 2015 tertanggal 17 Januari 2015 untuk Andrew Chan.
Selain itu, dalam UU MK, mereka menggugat legal standing seseorang untuk mengajukan uji materi. Dalam pasal 51 UU MK, pemohon uji materi adalah pihak yang menganggap hak dan/atau hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu perorangan warga negara Indonesia; kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; badan hukum publik atau privat; atau lembaga negara.
Namun, lanjut Todung, hal tersebut bertentangan dengan UUD yang melindungi setiap orang bukan hanya warga negara Indonesia untuk mendapatkan keadilan.
"Ini merupakan upaya untuk mengevaluasi sistem grasi yang ada saat ini. Banyak indikasi kuat yang menunjukkan bahwa keputusan grasi tidak diambil secara proporsional dan manusiawi," kata kuasa hukum Chan dan Sukumaran, Leonard Arpan Aritonang, dalam kesempatan yang sama.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur sebelumnya menolak perlawanan atau banding atas penetapan pengadilan yang menolak memeriksa gugatan Keputusan Presiden soal penolakan grasi duo Bali Nine. Putusan tersebut dibacakan Senin (6/4).
"Alasan majelis, Keputusan Presiden menolak grasi ini kewenangan berdasar UUD, jadi tidak tidak bisa diuji ke PTUN," tuturnya.
Chan dan Sukumaran diketahui tergabung dalam kelompok "Bali Nine" yang diciduk kepolisian pada 2004 karena terbukti menyelendupkan lebih dari 8 kilogram heroin. Keduanya divonis hukuman mati pada 2005 dan mendekam di penjara. Saat ini, keduanya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Besi, Nusakambangan, Jawa Tengah.
(rdk)