Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga swadaya masyarakat BPJS Watch meminta pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Perundangan mengenai Jaminan Pensiun sebelum akhir April ini. Alasannya, berdasarkan Undang-Undang, Jaminan Pensiun akan beroperasi mulai 1 Juli 2015 ini.
"Keterlambatan pengesahan RPP Jaminan Pensiun akan berakibat kurangnya waktu sosialisasi Jaminan Pensiun kepada pengusaha dan pekerja," kata Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, melalui pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Senin (20/4).
Timboel mengatakan berdasarkan UU Nomor 24/2011 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, tertanggal pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan pensiun dan program jaminan kematian bagi pesertanya. Tidak jelasnya iuran akibat belum adanya kepastian RPP, kata Timboel, akan mengacaukan rencana implementasi program jaminan sosial dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Atas persoalan ini, Menteri Ketenagakerjaan, Pak Hanif, tidak boleh berdiam diri saja. Pak Hanif harus meminta Presiden Jokowi segera menandatangani RPP Jaminan Pensiun April ini dengan iuran 8 persen," kata dia menegaskan. "Apabila Jokowi juga tidak menandatangani RPP Jaminan Pensiun maka Jokowi akan dicap sebagai presiden yang tak peduli pada jaminan sosial."
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, menegaskan besaran iuran Jamian Pensiun adalah sebesar 8 persen, yang terdiri dari 5 persen pemberi kerja dan 3 persen pekerja. Pelaksanaan Jaminan Pensiun akan mulai berlaku pada Juli 2015 ini.
Sementara itu, mengenai RPP Jaminan Pensiun, Hanif mengatakan sudah berada dalam tahap finalisasi dan tinggal menunggu proses harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM serta pengesahannya oleh Presiden.
Berdasarkan RPP jaminan pensiun, Hanif mengatakan iuran minimal tersebut dibayarkan untuk mendapatkan manfaat jaminan pensiun sejak usia pekerja 56 tahun.
(utd)