LIPUTAN KHUSUS PERBUDAKAN

Betapa Mudahnya Menjadi Budak di Kapal Asing

Sandy Indra Pratama | CNN Indonesia
Rabu, 22 Apr 2015 09:44 WIB
CNN Indonesia merangkum cerita pilu para anak buah kapal yang diperbudak di kapal penangkap ikan milik asing. Para budak ini jauh dari perhatian pemerintah.
Salah satu kapal penangkap ikan mili Kwo Jeng Co Ltd, tempat para anak buah kapal asal Indonesia diperbudak. (Dok Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Namanya Imam Syafi’i. Ia lelaki 29 tahun asal Tegal, Jawa Tengah. Untuk menyiasati hidup, Imam pernah bekerja sebagai satpam, tukang ojek, kuli bangunan, jualan ikan basah, sampai dagang air menggunakan gerobak dorong di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

“Suatu hari sekitar 2011, saya pulang ke kampung dan bertemu dengan seorang kenalan, Birin namanya,” kata Imam yang ditemui CNN Indonesia, April lalu. “Dia menawari saya untuk bekerja di luar negeri, Amerika katanya.”

Kala itu Imam berpikir tawaran Birin cuma bualan. Bagaimana mungkin dirinya hanya berbekal ijazah SMP bisa bekerja di luar negeri. Sementera bahasa Inggris saja tak mengerti apa-apa, selain kalimat “I Love You”. “Tapi saat itu Birin bilang itu bukan mustahil, asal mau dan ada uang untuk buat paspor dan dokumen lainnya,” ujar Imam menirukan ucapan Birin kepadanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Birin, menurut cerita Imam, kemudian menjelaskan bagaimana cara ia memberangkatkan orang-orang ke luar negeri. Yang menarik, tambahnya, Birin hanya menyebut angka Rp 800 ribu saja untuk syarat berangkat ke Amerika. “Saya tak punya uang, tapi saya janjikan Birin untuk bicara ke keluarga,” kata Imam menjawab tantangan Birin. (Lihat Fokus: Budak Indonesia di Kapal Asing


Berbekal paparan Birin, Imam pun menemui keluarganya. Saat itu ibundanya tercinta hanya memiliki duit simpanan sebesar Rp 500 ribu. “Ibu berpesan kepada saya untuk mencari sisanya dengan cara meminta kakak saya yang sudah bekerja di Jakarta,” ujarnya.

Keesokan harinya, Imam menghubungi Birin. Ia bercerita kalau duit yang disyaratkan tak ia miliki. Alih-alih menampik lamaran Imam, Birin menjawab kalau yang terpenting adalah tekad Imam ingin bekerja di luar negeri. “Ayo yang penting ke Jakarta,” ujar Imam menirukan Birin kala itu.

Pada hari yang disepakati, Imam lantas berangkat bersama perantaranya itu ke ibu kota. Di Jakarta, Imam dibawa Birin ke sebuah bangunan mirip rumah kantor di kawasan Jelambar, Jakarta Barat. Saat itu, ia ditemui seorang staf PT Karlwei Multi Global (Kartigo), Ferry namanya. Ia adalah orang kepercayaan Willy sang pemilik perusahaan.

“Apa benar anda mau bekerja di luar negeri? Saya diminta Pak Willy untuk menemui anda.”

“Ya Pak,” jawab Imam yang masih ingat betul percakapannya kala itu. (Baca kisah selanjutnya: Kisah Soal Bahtera Pencabut Nyawa Budak Asal Indonesia)

Setelah sebentar bercakap soal latar belakang yang memang tak berpengalaman sebagai anak buah kapal, Ferry dengan enteng menerangkan,”Kalau kamu ingin kerja melalui PT. Ini, kamu harus menyerahkan dokumen kamu: akta kelahiran, kartu keluarga, ijasah terakhir, foto 3×4 3 lembar, dan foto copy ktp.”

Asal jangan soal uang, pikir Imam kala itu, semua syarat disebutkan sudah ia kantongi. Setelah berbincang lebih lanjut, Imam lantas disuruh pulang dan menunggu Birin untuk menghubunginya. “Oke Bagus! Tunggu saja,” kata Ferry.

Dua hari berselang, Birin menelepon Imam. Ia membuat janji untuk bertemu di kantor Imigrasi Pemalang. Hari itu, Imam bergegas menemui sang calo. Duit Rp 800 ribu pun ia serahkan setelah ia meminjam uang dari kakaknya yang bekerja di Jakarta. “Sesudah urusan selesai, saya disuruh tunggu kembali,” kata Imam. (Baca juga: Ragam Profesi Para Budak Asal Indonesia)

Lima hari kemudian, Birin kembali mengontak. Ia mengatakan Imam lulus untuk bisa berangkat bekerja ke Amerika. Hati Imam senang bukan buatan. Ditemuinya sang ibu dengan gembira sembari mengabarkan kalau dirinya bakal bekerja ke Amerika. “Besok saya ke Jakarta, tolong doakan saya. Dengan haru ibu saya berdoa agar dilindungi Yang Maha Kuasa,” kata Imam mengenang. Sebait pesan ibu kepada Imam, “Kerja diluar negeri yang nurut, yang rajin, yang bener, agar dipercaya bos dan pulang bawa uang banyak.”

Benar saja, sesampainya Imam di Jakarta, ia diantar orang perusahaan ke Bandar Udara Soekarno-Hatta. Berbekal duit seadanya dalam pecahan rupiah, Imam saat itu berangkat bersama Bahrun, Imam, Slamet, Asep Surahman dan Dedi asal Bandung, Erwin asal Sukabumi, serta Arman asal Pemalang yang sebelumnya bekerja sebagai guru honorer.

“Kami semua hanya diberitahu akan menjadi pelaut di Amerika,” kata Imam. Pada tiket yang dibagikan hanya tertera tujuan Trinidad Tobago dengan keterangan transit Schipol Amsterdam.

Perjalanan menggunakan pesawat menjadi kali pertama Imam saat itu. Bingung, resah lantaran tak tahu apa-apa membayangi kru pelaut asal Indonesia yang bertolak ke Trinidad Tobago, sebuah negara di benua Amerika. Alhasil, benar saja, Imam dan rekan tersesat selama delapan jam di Schipol.
Gubuk tempat para abk asal indonesia menginap selama terlantar di Trinidad dan Tobago. (Dok Istimewa)
 (Baca juga: Rayuan Permen Bagi Budak Indonesia di Kapal Neraka)

Dengan bahasa Inggris yang tiris, beruntung mereka bertemu orang Indonesia dan mengantar mereka ke pintu keberangkatan selanjutnya. “Tiba di Trinidad Tobago, kami dijemput setelah menempuh dua hari tiga malam perjalanan, tanpa istirahat kami dinaikkan ke atas kapal yang kemudian membawa kami ke Kapal RICH 07,” ujarnya.

“Selepas itu, dua tahun kami berlayar tanpa sandar dan diperbudak,” kata Imam.

Setelah dua tahun bekerja, Imam ditelantarkan. Perusahaan Kwo Jeng Trading Co Ltd, perusahaan asal Taiwan yang mempekerjakan dirinya dan 203 lainnya tak pernah bisa membayar paket upah yang dijanjikan. Paket itu berupa upah pokok US$180 setiap bulan, uang sandar US$ 400, dan bonus tahunan sebesar US$ 1.000.

Sempat mengapung terlantar selama enam bulan di lautan Trinidad dan Tobago, Imam akhirnya bisa pulang kembali ke tanah air pada 2013. “Saya beruntung bisa bertahan hidup, ada beberapa kawan yang stres bahkan menceburkan diri ke laut,” katanya.

Imam, dan sejumlah rekan mereka bekas ABK yang diberangkatkan oleh PT Karltigo, pernah memperkarakan persoalan ini. Mereka menuntut perusahaan perantara itu dan kasusnya dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Pengadilan digelar dari akhir 2013 hingga awal 2014. Di persidangan terungkap kalau perusahaan itu tak berizin untuk memberangkatkan pelaut. Bahkan, seorang saksi dari Kementerian Perhubungan dalam keterangannya di persidangan menyebutkan kalau buku pelaut yang dibawa para budak asal Indonesia itu palsu. (Baca juga: Rayuan Permen Bagi Budak Indonesia di Kapal Neraka)

Sayangnya sang pemilik, Willy, hanya dihukum ringan. Ia dijerat soal pemalsuan dokumen. Kini, Imam tak tahu lagi harus mengeluh kepeda siapa soal upahnya yang tak pernah dibayarkan.

Cerita soal perbudakan di kapal penangkap ikan kembali mencuat setelah adanya pemberitaan soal para ABK asal Myanmar, Thailand dan Vietnam di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Bambang, Imam dan rekan-rekan anak buah kapal asal Indonesia di kapal asing juga sama terancam hidupnya. (sip/nez)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER