Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti politik internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adriana Elizabeth menuturkan, pemerintah Indonesia harus pintar menjaga hubungan baik dengan Peracis, jelang eksekusi mati terhadap Sergei Atlaoui. Warga negera Perancis terpidana kasus narkotik ini masuk dalam daftar terpidana yang akan dieksekusi dalam waktu dekat.
Presiden Joko Widodo menurut Adriana harus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. "Saat presiden tidak mau mentoleransi kasus narkoba, tetap ada hubungan bilateral yang harus dijaga," kata Adriana dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (25/4).
Menurutnya, meskipun menyatakan perang terhadap narkoba, pemerintah sebenarnya memiliki beragam cara diplomasi untuk menjaga hubungan baik dengan Perancis. Salah satunya adalah diplomasi antarkepala pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa dilakukan personal yaitu negosiasi antar presiden secara langsung," ujarnya.
Sebelumnya, tengah pekan ini Presiden Perancis Francois Hollande menyatakan rencana eksekusi terhadap Sergei akan merusak hubungan kedua negara.
"Mengakhiri hukuman mati adalah prinsip absolut bagi kami. Bagi Sergei Atloui, kematian bukanlah hukuman yang paling pantas," ujar Hollande di sela-sela pertemuan negara-negara Uni Eropa di Belgia, Kamis (23/4) lalu.
Tak hanya Hollande, Presiden Uni Eropa Donald Tusk pada saat yang sama juga angkat bicara soal rencana eksekusi sepuluh terpidana narkoba oleh Kejaksaan Agung. "Uni Eropa dengan tegas menolak hukuman mati. Itu bukan solusi yang tepat untuk mengakhiri peredaran narkoba," ucapnya.
Sergei divonis mati pada 2007 oleh Mahkamah Agung. Ia dinyatakan bersalah karena terlibat pengoperasian pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Sergei disebut sebagai salah seorang peracik obat adiktif di pabrik itu.
Hukuman mati yang diterima Sergei itu lebih berat dibandingkan vonis Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2006 dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2007. Pada dua tingkat peradilan itu, Sergei hanya divonis pidana penjara seumur hidup.
Usaha Sergei meminta pengampunan kepada Presiden Joko Widodo pun berujung pada Keputusan Presiden No 35/G Tahun 2014. Dalam Keppres itu, Jokowi menolak memberikan keringanan hukuman baginya. (Baca juga:
Pemerintah Tak akan Respons Lobi Eksekusi Mati di KAA)
(sur)