SETARA: Eksekusi Mati Buat Indonesia Dapat Nilai E dari PBB

Ranny Virgiani Utami | CNN Indonesia
Senin, 27 Apr 2015 11:47 WIB
Penerapan eksekusi mati membuat persepsi komunitas internasional pada Indonesia memburuk kembali.
Aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Indonesia For Mercy melakukan aksi damai menentang hukuman mati di Jakarta, Jumat (24/4). (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- SETARA Institute menilai citra Indonesia sebagai negara penjunjung hak asasi manusia akan makin tercoreng apabila tetap mengeksekusi mati para terpidana mati kasus narkoba. Eksekusi dijadwalkan berlangsung Selasa (28/4) di Nusakambangan, pulau di selatan Cilacap, Jawa Tengah, yang juga menjadi lokasi eksekusi terpidana mati narkoba gelombang pertama. (Baca: Detik-detik Maut Lima Terpidana di Depan Regu Tembak)

"Pemberitaan media internasional yang intens tentang eksekusi mati di Indonesia membuat Indonesia disejajarkan dengan negara-negara nondemokratis yang tidak menjunjung hak asasi manusia," ujar Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi, melalui keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia.

Padahal sebagai negara yang paling keras mengecam aksi pemboman atau pelanggaran HAM oleh Israel terhadap Palestina misalnya, Indonesia berupaya membangun citra di hadapan dunia sebagai negara beradab.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di hadapan negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam atau OKI, Indonesia adalah negara paling proaktif membela Palestina," ujar Hendardi. (Baca: Terapkan Eksekusi Mati, Indonesia Sulit Jadi Anggota Tetap DK PBB)

Indonesia juga kerap membela nasib para pencari suaka yang terdampar di tanah air dan ditolak menuju negara tujuan suaka seperti Australia. Melalui diplomasi, pemerintah Indonesia pun berusaha mencari dukungan dari negara-negara di dunia dengan mengatasnamakan HAM.

Namun semua itu, menurut Hendardi, terancam sia-sia. Penerapan eksekusi mati oleh Indonesia membuat persepsi komunitas internasional terhadap Indonesia kembali memburuk. "Padahal Indonesia berupaya memperbaiki HAM agar dipandang sebagai negara yang antusias memasuki era baru dengan norma-norma baru," ujar Hendardi.

Nilai E dari Komite HAM PBB

Awal April, Komite HAM PBB telah melakukan evaluasi terhadap Indonesia dan menemukan bahwa Indonesia masih belum mengamandemen undang-undang yang berkaitan dengan kasus narkoba.

"Komite HAM PBB kemudian memberikan nilai E kepada pemerintah Indonesia dari skala A-E, nilai yang sangat jarang diberikan kepada negara anggotanya," ujar Hendardi.

Menurut Hendardi, nilai E tersebut menunjukkan bahwa kebijakan Indonesia sangat tidak memuaskan dan menentang rekomendasi dari Komite HAM PBB yang meminta Indonesia mengkaji ulang hukuman mati dalam undang-undang kasus narkoba.

Pada 2013, Komite HAM pun sebenarnya telah memberikan nilai terendah bagi pemerintah Indonesia karena dianggap gagal memenuhi peringatan Komite HAM PBB untuk menghentikan eksekusi mati terpidana kasus narkoba. Saat itu pemerintah RI mengeksekusi mati Muhammad Abdul Hafeez asal Pakistan dan Daniel Enemo asal Nigeria yang juga terlibat kasus narkoba.

Kini pemerintah Indonesia kembali bersiap mengeksekusi sembilan terpidana mati kasus narkoba, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari Australia, Okwudili Oyatanze dan Silvester Obiekwe Nwolise dari Nigeria, Rodrigo Gularte dari Brasil, Raheem Agbaje Salami dari Spanyol, Martin Anderson dari Ghana, Zainal Abidin dari Indonesia, dan Mary Jane Fiesta Veloso dari Filipina. (Baca: Seribu Lilin demi Selamatkan Mary Jane dari Eksekusi Mati)

Simak selengkapnya di FOKUS: 'Badai' Eksekusi Mati

Sementara dari Kuala Lumpur, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah RI berkali-kali menegaskan soal eksekusi mati itu ialah murni masalah penegakan hukum. "Indonesia adalah negara berdaulat hukum dan ini masalah hukum. Jadi kami akan tetap pada argumentasi seperti ini. Kami juga selalu sampaikan masalah status emergency drugs crime di Indonesia, akibatnya seperti apa, korbannya seperti apa, dan sebagainya," ujar dia.

Jadi, ujar Retno, Indonesia memang harus mengambil tindakan keras. Kalau tidak tegas, kata dia, maka masa depan Indonesia jadi taruhannya. (hel/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER