Hukuman Mati, Jokowi: Saya Nggak Mau Ngomong Lagi

Resty Armenia | CNN Indonesia
Minggu, 26 Apr 2015 18:15 WIB
Sebelumnya, Jokowi menyatakan hukuman mati bagian dari hukum dan kedaulatan bangsa Indonesia yang harus dihormati.
Presiden Jokowo di Pasar Cirebon, 18 Juni 2014. (Reuters/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hukuman mati gelombang kedua akan segera dilakukan pemerintah. Kabarnya, eksekusi akan dilakukan di Nusakambangan pada Selasa (28/4) nanti. Kecaman soal pelaksanaan hukuman mati ini datang dari dalam dan luar negeri.

Presiden Jokowi, saat hendak berangkat ke Malaysia untuk mengikuti KTT ASEAN di Bandara Halim Perdanakusuma, Minggu (26/4) siang enggan berkomentar soal hukuman mati dan kecaman yang dialamatkan padanya.

“Saya sudah berkali-kali sampaikan, saya gak akan ngomong lagi. Saya tidak akan ngomong lagi soal hukuman mati. Tanyakan ke Kejaksaan Agung,” tegasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika didesak bahwa kecaman itu datang juga dari Perancis dan Australia, Jokowi kembali mengulang jawaban serupa.

“Saya tidak akan menjawab mengenai itu. Sudah cukup jawaban saya dari dulu. Saya nggak mau lagi ngomong,” tegasnya.

Dalam beberapa kali kesempatan, Jokowi menegaskan bahwa bahwa eksekusi mati terhadap para terpidana mati kasus narkotika di Indonesia tidak akan dikompromikan.

Jokowi menjelaskan, vonis hukuman mati terhadap gembong narkoba merupakan hukum yang berlaku di Indonesia. Hukuman mati dan pelaksanaannya adalah bagian dari kedaulatan bangsa Indonesia.

Jokowi Belum Terlambat Batalkan Hukuman Mati

Kecaman memang soal pelaksanaan hukuman mati dari dalam dan luar negeri makin kencang soal eksekusi hukuman mati tahap kedua ini. Masih belum terlambat bagi Presiden Joko Widodo untuk membatalkan eksekusi ini dan menetapkan moratorium atau menghapuskan hukuman mati," ujar Direktur Peneliti Amnesty International Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, Rupert Abbott dalam keterangan pers yang diterima CNN Indonesia, Minggu (26/4).

Abbott sangat menyayangkan keputusan pemerintah Indonesia untuk tetap menjalankan proses eksekusi ini. Ia menilai, kejahatan narkoba bukan termasuk sebagai 'kejahatan sangat serius' yang perlu ditindaklanjuti dengan hukuman mati, mengacu pada hukum internasional.

"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hukuman mati dapat mencegah kejahatan lebih efektif dibanding dengan hukuman lain," ujar Abbott.

Apabila Indonesia tidak membatalkan eksekusi mati terhadap para terpidana tersebut, menurut Abbott, Indonesia dianggap telah melanggar ketentuan standar dan hukum hak asasi manusia internasional.

Sementara Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati kembali menuntut pemerintah Indonesia untuk menghentikan rencana eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba. Menurut para pegiat hak asasi manusia ini, Indonesia telah menutup mata atas hak hidup para terpidana yang seharusnya dihormati selayaknya manusia.

"Kami kecewa dengan Presiden Joko Widodo. Pemerintahan Jokowi-JK justru memilih langkah mundur terhadap kemajuan hak asasi manusia bagi negara beradab," ujar Direktur Imparsial, Al Araf saat diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/4).

Lebih jauh Al Araf menyatakan bahwa Presiden Jokowi telah mengingkari janji saat kampanye pemilihan umum tahun lalu. Dalam kampanyenya, Jokowi mengungkapkan program Nawacita yang salah satunya adalah penghormatan terhadap HAM.

"Bicara mengenai HAM adalah berbicara tentang hak untuk hidup. Apabila itu direnggut maka pemerintah Jokowi telah gagal memahami HAM," ujar ketua advokasi di IKOHI (Ikatan Orang Hilang Indonesia), Daud Beureuh dalam kesempatan yang sama.

Baca Fokus: Eksekusi Mati Kian Dekat (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER