Cilacap, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh memastikan investigasi kasus dugaan pelanggaran hakim yang menangani kasus duo Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, tak menghalangi proses eksekusi mati.
"Eksekusi (Bali Nine) tidak terhalang karena berkekuatan hukum tetap. Antara eksekusi mati dan soal dugaan permintaan uang oleh hakim itu bab terpisah," ujar Imam kepada CNN Indonesia, Senin (27/4).
Pekan depan, tim panel akan memeriksa pihak pelapor sekaligus kuasa hukum Bali Nine, Todung Mulya Lubis. Surat panggilan kepada pihak pengacara telah dilayangkan oleh lembaga pengawas kehakiman. "Walaupun eksekusi dilaksanakan, KY tetap akan menindaklanjuti laporan itu. Jadi tidak benar jika KY menolak menangani laporan itu," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan Lubis Sabtosa dan Maramis Law Firm dilayangkan pada 13 Februari 2015 lalu soal dugaan permintaan uang oleh majelis hakim yang menangani kasus Bali Nine. Perkara tersebut terdaftar dengan Nomor 0099/L/KY/III/2015.
Sebelumnya, Todung mendesak pemerintah harus memberikan kesempatan bagi semua terpidana untuk menyelesaikan proses hukum, termasuk putusan KY. "Bapak Rifan (pengacara Bali Nine sebelumnya) mengatakan sempat bertemu dengan hakim maupun jaksa beberapa kali untuk membahas hukuman Chan dan Sukumaran," katanya.
Mengutip Rifan, Todung menjelaskan, dalam peradilan diduga ada intervensi dari Mahkmamah Agung dan Kejaksaan Agung. "Dengan demikian, sudah sewajarnya pemerintah menunggu hingga KY memberikan keputusan demi memberikan keadilan bagi kedua terpidana," ujarnya.
Rencananya, Kejaksaan Agung akan menggelar eksekusi mati untuk sembilan terpidana mati, Selasa (28/4). Dua di antaranya adalah Sukumaran dan Chan.
Mereka tertangkap di Bali pada 2005 saat hendak mengimpor heroin bersama tujuh warga Australia lainnya. Kelompok yang kemudian disebut ‘Bali Nine’ itu mencoba menyelundupkan 8,2 kilogram heroin. Chan disebut sebagai ‘Godfather’ kelompok Bali Nine.
Keduanya pun divonis mati dan telah berkeluatan hukum tetap. Grasi keduanya ditolak Presiden Jokowi yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 32/G tahun 2014 untuk Sukumaran dan Keputusan Presiden Nomor 9/G tahun 2015 tertanggal 17 Januari 2015 untuk Chan.
(rdk/rdk)