Sutan Pertanyakan Nasib Gerbong Komisi VII DPR

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Senin, 27 Apr 2015 15:25 WIB
Tak ingin dijerumuskan sendirian atas korupsi yang menjeratnya, Bhatoegana pun melempar eksepsi kepada KPK untuk turut menarik anggota Komisi VII lainnya.
Terdakwa kasus gratifikasi pembahasaan penetapan APBN-P 2013 Kementerian ESDM, Sutan Bhatoegana menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (16/4). Sutan didakwa menerima uang 140 ribu dolar AS (sekitar Rp1,6 miliar) dari mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno terkait pembahasan anggaran di kementerian tersebut. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus suap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perencanaan (APBN-P) tahun 2013 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sutan Bhatoegana mempertanyakan nasib rombongan anggota Komisi VII DPR yang dinilai terlibat dalam pembahasan anggaran bersamanya.

Menurut Sutan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi harus membuktikan dugaan yang sempat menyebut adanya rombongan anggota parlemen yang turut kecipratan duit suap, yang juga diterima Sutan.

"Yang bilang Komisi VII dapat duit kan KPK. Jadi biar KPK yang membuktikannya di persidangan," ujar Sutan usai mendengarkan hasil putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (27/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sutan mempertanyakan nasib deretan anggota Komisi VII DPR dalam kasus tersebut lantaran dia meyakini duit yang diduga sebagai suap tidak hanya diterima olehnya. Dalam eksepsinya, Sutan keberatan jika KPK tidak menjadikan anggota Komisi VII lainnya sebagai tersangka dalam kasus yang menjeratnya.

Meski demikian, eksepsi yang masuk dalam salah satu poin nota keberatan dari penasehat hukum Sutan itu ditolak oleh Majelis Hakim yang dipimpin Artha Theresia. Hakim menimbang eksepsi itu tidak relevan untuk dijadikan sebagai alasan keberatan sehingga mendapat penolakan.

Menurut penasehat hukum Sutan, Eggi Sudjana, KPK sudah seharusnya mengungkap nama-nama lain yang turut kecipratan duit pembahasan APBN-P. Jika kasus hanya terhenti di Sutan, kata Eggi, kredibilitas KPK patut dipertanyakan.

"Jangan lupa, ini kasus sudah satu tahun lho, dari bulan Mei 2014. Jadi ini kan kelambanan tersendiri yang harus dicatat," ujar Eggi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain sebelumnya mempertanyakan balik pihak yang dituding oleh Sutan turut mengantongi duit suap. Menurut Zul, KPK hanya memproses seseorang yang melakukan perbuatan melanggar pidana dengan disertai alat bukti.

"Orang itu terkait apa? Dalam hukum pidana itu, sebetulnya perbuatan jahat seseorang dengan perbuatannya disertai alat bukti yang cukup itu yang kita proses. Barangkali makmum (pengikut)," ujar Zul di kantornya, Gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/4).

Zul berpendapat, anggota dewan tersebut bukanlah otak penerima gratifikasi. Sutan sendiri disebut sebagai pimpinan yang juga didakwa sebagai dalang. "Yang lain itu kan sebetulnya bukan yang jahatnya tapi barangkali karena tidak tahu dan lain-lain," katanya.

Dengan demikian, kata Zul, tidak mudah untuk menyeret sejumlah nama dalam tindak pidana, sekalipun pasal yang dikenakan adalah juncto 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Pasal 55 itu kan berarti turut serta dalam peran pidana. Jadi peran pidana itu kan ada orang yang tidak bersalah, ada orang yang lalai. Kalau dari sisi jiwa orang, ada yang jahat, ada yang niat jahat, ada yang masih berencana," katanya.

Untuk menguak secara jeli peran serta tiap aktor, Zul menuturkan harus menghadirkan dengan alat bukti yang cukup. "Jadi konteksnya tidak serta merta semua orang yang terlibat secara administratif," ujarnya.

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kuasa hukum Sutan, Rahmat Harahap tidak menerima dakwaan jaksa KPK. Dalam dakwaan, Sutan disebut menerima duit yang diserahkan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno senilai USD 140 ribu. Waryono merinci peruntukkan duit pemulus pembahasan APBN-P tersebut.

Daftar yang menerima duit suap, yakni empat pimpinan Komisi VII masing-masing sejumlah USD 7.500, sebanyak 43 anggota komisi VII masing-masing sejumlah USD 2.500, dan Sekretariat Komisi VII sejumlah USD 2.500.

Tak terima, Rahmat membela. "Tolong masukkan daftar 43 nama anggota dewan dan empat pimpinan. Jangan sepihak begini dakwaan saudara," ujar Rahmat.

Sementara itu, Sutan mengaku tak paham dengan dakwaan yang ditujukan padanya. Ia bersikeras tak menerima duit gratifikasi. "Saya tidak mengerti. Uraiannya juga. Saya tidak tahu apa yang didakwaan ke saya," katanya dalam sidang.

Sutan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER