Jakarta, CNN Indonesia -- Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Raja Bonaran Situmeang terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan suap terhadap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait sengketa Pemilukada Tapanuli Tengah.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Raja Bonaran Situmeang berupa pidana penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," ujar jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan tuntutannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (27/4).
Selain hukuman pidana, jaksa juga menuntut denda sebanyak Rp 300 juta dan subsider kurungan empat bulan. Jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum selama delapan tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan fakta persidangan dan keterangan saksi, jaksa menilai Bonaran telah terbukti mengirim duit suap kepada Akil senilai Rp 1,8 miliar.
Duit itu dikirim oleh anggota DPRD Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani yang ditunjuk Bonaran sebagai penyetor duit suap.
Sebelumnya, Bonaran dan pasangannya, Sukran Jamilan Tanjung, ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2011-2016. Mereka menang dari dua rivalnya, Tasrif Tarihoran-Raja Asi Purba dan Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara setelah Pilkada digelar tanggal 12 Maret 2011.
Berdasarkan hasil perhitungan perolehan suara, KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pasangan calon terpilih bupati/wakil bupati dengan SK KPU tanggal 18 Maret 2011.
Tak terima dengan hasil tersebut, Albiner Sitompul dan Steven P.B. Simanungkalit serta pasangan Dina Samosir-Hikmal Batubara menggugat Berita Acara Penetapan KPUD Tapanuli Tengah ke Mahkamah Konstitusi.
Saat proses sidang berlangsung, Akil selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara, disebut dalam dakwaan telah menelepon Bakhtiar. Dalam telepon, Akil meminta Bonaran menghubungi dirinya. Kemudian, Bakhtiar menemui Bonaran di Hotel Grand Menteng. Bonaran pun terhubung dengan Akil Mochtar melalui ponsel Bakhtiar.
Setelah itu, Akil kembali menelpon Bakhtiar dan meminta duit Rp 3 miliar, yang kemudian diubah menjadi Rp 2 miliar, kepada Bonaran untuk dikirimkan ke rekening perusahaan milik istri Akil, CV Ratu Samagat.
Dalam slip setoran Akil meminta dituliskan 'angkutan batu bara'.
Kala itu, apabila tak dipenuhi, Akil mengancam akan dilakukan Pilkada ulang. Sebaliknya, apabila Bonaran mengirim duit suap, maka MK akan menolak permohonan rival Bonaran dan menyatakan keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Tengah sah.
Pada tanggal 22 Juni 2011, dilakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh majelis hakim konstitusi. Saat itu, Akil Mochtar menjadi selaku salah satu majelis. Pada putusannya, MK menolak permohonan dari rival Bonaran.
Atas tindak pidana tersebut, Bonaran diancam pidana Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Nomor 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.
Sebelumnya, Akil Mochtar telah divonis menerima duit suap dari sejulah pejabat daerah dalam sengketa Pilkada. Merujuk putusan majelis hakim Tipikor, Akil terbukti menerima duit suap dari Bonaran senilai Rp 1,8 miliar melalui perusahaan istrinya. Akil pun telah dipidana seumur hidup oleh hakim.
(meg)