Cilacap, CNN Indonesia -- Banyaknya pemberitaan tentang kecaman dan penolakan atas jadwal eksekusi mati gelombang kedua selama lebih dari dua bulan pasca gelombang pertama dilakukan, ternyata tak hanya membuat keriuhan di pemerintahan.
Tak hanya memicu perdebatan antar negara, namun rencana eksekusi yang menyeret delapan warga asing dari enam negara itu juga menyebabkan keramaian tersendiri di kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Hal itu terlihat dari penuhnya okupansi hotel-hotel yang ada di Cilacap.
Bupati Cilacap, Tatto S Pamuji menuturkan saat ini kabupaten yang dipimpinnya mendapat sorotan yang cukup besar oleh masyarakat dunia. Mereka yang memenuhi hotel-hotel di Cilacap memang bukanlah wisatawan. Namun, mereka adalah jurnalis-jurnalis asing yang mengikuti perkembangan rencana eksekusi mati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, omset hotel-hotel di wilayah sekitar Cilacap pun sontak meningkat. "Dampak yang jelas, hotel-hotel penuh. Cilacap jadi dikenal dunia internasional. Di sini
lho Cilacap, ini
lho Nusakambangan," ujar Tatto kepada CNN Indonesia, di kantornya, Cilacap, Jawa Tengah, Senin (27/4).
(Baca juga: Andrew Chan Ingin Menikah Sebelum Dieksekusi)Sejumlah hotel, baik dari bintang dua hingga bintang tiga di Cilacap, saat ini telah dipenuhi para tamu. Petugas resepsionis Hotel Dafam di kawasan Jalan Dr Wahidin, Cilacap, misalnya, dia menuturkan seluruh kamar di hotel tersebut telah penuh ditempati hingga tiga hari ke depan.
Hal serupa juga terjadi di hotel bintang dua Teluk Penyu, di kawasan yang sama. "Tinggal satu kamar saja, dari semua kamar yang ada," kata petugas resepsionis yang enggan disebut namanya.
Lebih lanjut, Hotel Sindoro di kawasan jantung Kota Cilacap yang menjajakan tiga jenis kamar juga ludes disewa. Hingga hari ini, Senin (27/4), sudah 45 unit kamar yang disediakan laku disewa.
Soal harga, hotel tersebut menawarkan kamar jenis standar sebanyak 20 buah dengan harga Rp 200 ribu. Sementara untuk tipe moderat yakni Rp 250 ribu tersedia sebanyak 15 kamar. Untuk kamar standar eksekutif A dan B yang masing-masing disediakan dengan tarif Rp 350 ribu dan Rp 300 ribu dan tersedia sebanyak 10 unit juga sudah ditempati.
"Ini rata-rata wartawan ada yang dari dalam dan luar. Ada juga selain wartawan. Kalau hari biasa, tidak sebanyak ini tamunya," kata petugas resepsionis Hotel Sindoro.
Tak hanya soal hotel, hiruk-pikuk eksekusi mati juga membuka peluang usaha baru yang sedang tren di Indonesia. Jual-beli batu akik tampak dimanfaatkan oleh beberapa pedagang dengan menjajakannya kepada tamu-tamu baru Cilacap.
Tatto menjelaskan, sebelumnya tak ada penjual batu akik yang menjajakan dagangannya di sekitar Dermaga. Berdasar pantauan CNN Indonesia di dermaga, tampak seorang penjual batu akik menjual beragam rupa batu dari Nusakambangan. "Memang Nusakambangan terkenal batunya," kata Tatto.
Kejaksaan Agung rencananya bakal mengeksekusi sembilan terpidana mati yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari Australia, tiga warga Nigeria yakni Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, dan Silvester Obiekwe Nwolise dari Nigeria, Rodrigo Gularte dari Brasil, Martin Anderson dari Ghana, Mary Jane Veloso dari Filipina, serta Zainal Abidin dari Indonesia. Rencananya, eksekusi bakal dilakukan pada Rabu (29/4) malam.
(Baca FOKUS: Eksekusi Mati Kian Dekat)Ramai, Meski Tak MengejutkanMeski mendapatkan kenaikan pengunjung hotel, namun ternyata situasi di Cilacap jelang eksekusi sembilan terpidana mati tersebut terbilang tidak ramai.
Tatto memastikan, masyarakatnya saat ini sudah tidak terkejut lagi dengan jadwal eksekusi yang akan dilakukan dalam waktu dekat itu. Dia pun menyebut sebuah momen eksekusi mati yang dirasa cukup menegangkan masyarakat di wilayahnya itu.
"Tahun 2010, ada eksekusi Imam Samudra, ramai sekali. Kalau yang kemarin Januari 2015 juga ramai. Kalau ini, tidak," kata Tatto.
(Baca juga: Beredar Video Pesan Mary Jane untuk Anaknya)Pasca eksekusi teroris Imam Samudra, Indonesia melalui pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sempat melakukan moratorium hukuman mati selama lima tahun hingga 2015. Hanya saja, langkah tersebut tak diikuti presiden selanjutnya, Joko Widodo.
Jokowi menggebrak wajah hukum dunia internasional melalui eksekusi Gelombang I yang dilakukan pada Minggu tanggal 18 Januari 2015 lalu. Kala itu, enam terpidana mati menutup hidupnya di Lapangan Tembak Limus Buntu, Nusakambangan.
(Baca juga: Ironi di Balik Nama Terpidana Mati Mary Jane)"Kalau mau ya ndak usah diundur karena narkoba memang harus dilawan. Narkoba sudah masuk ke desa, RT, RW bisnis narkoba harus dilawan. Langkah pemerintah sangat benar. Tapi pertanyaanya, apakah jadi jera, tidak ada penyulundupan dan perdagangan narkoba? Nah ini harus diikuti," kata Tatto.
(Baca juga: Indonesia, Australia Bertikai Soal Tuduhan Suap Bali Nine)Pihaknya berharap, eksekusi mati juga diiringi penegakan hukum oleh aparat berwenang agar peredaran narkoba dapat diberhentikan. "Saya berharap dampak jangan cuma politik, tapi juga memberikan dampak pada peredaran narkoba," katanya.
(meg)