Komnas Perempuan: Jokowi Masih Punya Waktu Tolong Mary Jane

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Selasa, 28 Apr 2015 15:58 WIB
"Kalau sampai Jokowi mengeksekusi orang tak bersalah, kewibawaan Indonesia runtuh," kata Komnas Perempuan. Perekrut Mary Jane serahkan diri ke polisi pagi ini.
Aktivis menggelar unjuk menentang eksekusi mati Mary Jane di Kedubes RI di Makati, Filipina, 27 April. (Reuters/Esra Acayan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Maria Kristina Sergio, perekrut terpidana mati narkoba asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso akhirnya menyerahkan diri ke pihak Kantor Polisi Daerah Nueva Ecija di Cabanatuan, Filipina, Selasa (28/4), setelah sebelumnya kuat menyangkal keterkaitan dirinya sebagai pengguna jasa Mary. 

Merespons hal tersebut, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak Presiden Jokowi untuk menunda proses eksekusi mati Mary Jane hingga terdapat pembuktian hukum terhadap Maria Kristina.

"Demi bangsa Indonesia, harusnya Jokowi bertindak cepat untuk menghentikan eksekusi ini. Kalau sampai dieksekusi atas yang tidak bersalah, maka kewibawaan dan keadilan Indonesia runtuh," kata Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah kepada CNN Indonesia, Selasa (28/4). 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuniyanti mengatakan saat ini peluang berada di tangan Presiden Jokowi. Meski hanya tinggal hitungan jam menuju proses eksekusi mati, namun dia melihat Jokowi masih bisa menyelamatkan nyawa orang yang tak bersalah detik ini juga.

"Pada level ini, Jokowi masih punya waktu untuk meninjau ulang semuanya secara legal. Terlebih setelah adanya penyerahan diri perekrut Mary Jane ke Kepolisian pagi ini," ujar Yuniyanti. (Lihat Juga: Perekrut Mary Jane Serahkan Diri, Tim Tunggu Kebijakan Jokowi)

Yuniyanti menilai peluang hukum tersebut bisa mendorong Indonesia agar menjadi barometer penegakan hak asasi manusia di wilayah Asia Tenggara. "Indonesia terkenal memimpin human rights di ASEAN. Ini peluang Pak Jokowi bersikap lebih arif," kata dia.

Komnas Perempuan juga meminta Presiden Jokowi untuk lebih jeli membedakan antara bandar narkoba dengan kurir yang terjebak sebagai korban perdagangan manusia. Upaya mempertahankan hidup mereka yang terjebak narkoba bisa membuka peluang untuk membuka kebenaran mengenai sindikat narkoba internasional. (Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Mary Jane Korban KDRT dan Trafficking)

"Pemerintah harus juga kritis. Jangan-jangan dorongan hukuman mati ini adalah upaya yang dilakukan pihak tertentu untuk memutus informasi rantai narkoba," ujar Yuniyanti. (Baca: Terpidana Mati Boleh Ajukan Grasi Kedua dengan Syarat)

Simak FOKUS: Bergerak Menuju Regu Tembak

Selama ini Komnas Perempuan sangat fokus pada masalah Mary Jane karena mereka menilai upaya perlindungan terhadap perempuan korban perdagangan manusia bisa memperkuat moral politik Indonesia. Hal itu di kemudian hari diharapkan bisa membantu proses diplomasi Indonesia dalam membebaskan buruh migran perempuan korban sindikat narkoba yang ada di luar negeri seperti di Iran, Tiongkok, Malayasia, dan lain-lain.

Mary Jane tertangkap di Bandara Internasional Adi Sucipto Yogyakarta pada 25 April 2010 akibat kedapatan membawa heroin 2,6 kilogram di dalam tasnya. Sementara Maria Kristina merupakan teman mantan suami Mary Jane yang meminta Mary bekerja ke Malaysia sebagai pekerja rumah tangga.

Menurut keterangan Komnas Perempuan, Mary Jane menyerahkan motor dan telepon genggam kepada Kristina sebagai biaya keberangkatan. Namun biaya tersebut belum cukup untuk membeli tiket pesawat. Kristina dan Mary lantas membuat kesepakatan bahwa kekurangan biaya keberangkatan akan dibayar dengan memotong tiga bulan gaji Mary.

Namun setibanya di Kuala Lumpur, pekerjaan yang dijanjikan ternyata sudah tak lagi tersedia. Mary lalu diminta Kristina untuk ke Indonesia. Ia dijanjikan bakal segera dipekerjakan sekembalinya dari Indonesia. “Namun ia ditipu dan malah dijadikan kurir narkotik,” ujar Yuniyanti.

Ketika hendak ke Indonesia, tepatnya Yogyakarta, Mary Jane dibekali uang US$500 dan diberi tas untuk menyimpan pakaian dan peralatan pribadinya. Namun tanpa sepengetahuan Mary, kata Yuniyanti, dimasukkan pula heroin 2,6 kilogram ke dalam tas itu.

Mary sempat bertanya mengapa koper tersebut berat. Namun Kristina mengatakan koper memang biasanya berat. Mary langsung percaya dan menyusun pakaian ke dalam tas tanpa curiga. Begitu mendarat di Bandara Adisucipto, dia ditangkap oleh otoritas Indonesia.

Baca juga:

Jelang Eksekusi Mati, Gularte Yakin Dapat Bantuan Malaikat

Raheem Salami, Patah Hati Jelang Menit Akhir Menatap Dunia

Surat Kekasih Raheem untuk Jokowi Dirampas Polisi

Air Mata dan Zuhur Terakhir Zainal Bersama Keluarga (utd/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER