Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum pidana Chairul Huda menilai masih ada celah bagi Mary Jane untuk terbebas dari hukuman mati. Penundaan waktu eksekusi saat ini bisa dimanfaatkan untuk menempuh upaya hukum.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh kuasa hukum adalah permohonan grasi kepada Presiden untuk kedua kalinya. Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2002 tentang Grasi, pengampunan bisa diajukan kedua kalinya namun harus ada rentan waktu dua tahun dari pengajuan grasi pertama.
"Ada tenggat waktunya antar yang satu dengan yang kedua dua tahun," kata Chairul kepada CNN Indonesia, Rabu (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pakar pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta melihat tenggat waktu dua tahun ini sangat sulit dimanfaatkan. Pasalnya, proses eksekusi tidak bisa ditunda hanya karena persoalan tenggat waktu. Bahkan proses pengajuan grasi pun tak bisa menunda upaya eksekusi.
Lihat FOKUS:
Bergerak Menuju Regu Tembak
"Dari upaya hukum sudah tidak ada jalan," ujar Chairul.
Tapi tidak dengan upaya diplomasi politik. Diplomasi kedua negara bisa dilakukan untuk "mengulur" waktu atas dasar informasi penting soal penyerahan diri perekrut Mary Jane di Filipina.
"Kerja sama antarnegara yang bisa menunda eksekusinya, bukan langkah hukum tapi langkah politik diplomasi sampai waktu dua tahun," kata Chairul.
Ia menilai tak ada yang aturan yang dilanggar jika proses diplomasi terus dilakukan selama kurun waktu dua tahun mendatang sebelum grasi diajukan kembali.
Selain memohon ampunan Presiden, upaya hukum lain kata Chairul adalah kasasi demi kepentingan hukum yang bisa diajukan oleh Jaksa Agung. Upaya hukum luar biasa ini menurutnya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kasasi tersebut menurutnya bisa diajukan Jaksa Agung selama ada informasi valid soal kasus Mary Jane ini. Terutama berkaitan dengan proses hukum yang saat ini tengah ditangani kepolisian Filipina sehingga keputusan pengadilan terhadap Mary Jane bisa diubah.
"Hanya keputusan pengadilan yang bisa mengubah keputusan pengadilan itu sendiri," kata Chairul. (Baca juga:
Seribu Lilin demi Selamatkan Mary Jane dari Eksekusi Mati)
Kasus Mary Jane bermula saat ditangkapnya ibu dua anak ini di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta tahun 2010 silam. Ia kedapatan membawa heroin 2,6 kilogram dalam tas yang di bawanya.
Dari rangkaian persidangan yang ada, Mary divonis hukuman mati. Berbagai upaya hukum yang diajukan kandas, termasuk dua kali peninjauan kembali yang selalu ditolak oleh pengadilan.
Seperti diberitakan sebelumnya eksekusi terhadap Mary Jane ditunda lantaran ada permohonan dari Filipina. Permohonan ini terkait adanya pemeriksaan terhadap orang yang diduga merekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio.
Ia menyerahkan diri ke Kantor Polisi Nueva Ecija, Cabanatuan, Filipina kemarin hanya beberapa jam menjelang eksekusi mati.
Mary Jane sendiri saat ini dikabarkan telah dikembalikan ke Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogykarta, tempat semula ia ditahan sebelum dipindahkan ke Pulau Nusakambangan beberapa waktu lalu untuk dieksekusi. (Baca juga:
Eksekusi Ditunda, Mary Jane Kembali Berharap Grasi Jokowi)
(sur/sur)