Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Ketenagakerjaan akan menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia untuk pengguna perseorangan, atau pembantu rumah tangga di seluruh negara-negara Timur Tengah.
Menurut Menteri Tenaga Kerja Hanif Dzakiri, mengungkapkan "
Hard policy" itu diterapkan karena negara-negara Timur Tengah yang umumnya masih menerapkan budaya atau sistem kafalah atau sponsorship.
"Hak privasi majikan di sana sangat kuat daripada perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan," ujar Hanif dalam keterangan resmi di kantornya, Jakarta, Senin (5/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanif memastikan bakal menandatangani Surat Keputusan Menteri terkait kebijakan tersebut pada pekan depan. Sediktnya, tercatat ada 21 negara yang akan disetop untuk menjadi lokasi penempatan TKI yang hendak menjadi pembantu rumah tangga.
"Gaji di sana juga terbilang rendah, sekitar Rp. 2,7 juta hingga Rp. 3 juta," ujar Hanif.
Dia mengatakan kebijakan keluar berdasarkan rekomendasi dari kedutaan besar RI yang berada di Timur Tengah. Menurut mereka, skema perlindungan terhadap TKI masih tergolong rendah.
Meski demikian Menteri Hanif mengatakan pemerintah masih membuka jalan bagi para tenaga kerja yang berbadan hukum atau profesi. Menurut Hanif, mereka tetap diperbolehkan bekerja di Timur Tengah lantaran ditunjang oleh keahlian dan memiliki jaminan payung hukum.
Dirjen Penempatan Tenaga Kerja Kemenaker, Reyna Usman menjelaskan, saat ini TKI yang menjadi pembantu rumah tangga di Timur Tengah jumlahnya mencapai 1,4 juta orang. "Angka itu 46 persen dari jumlah keseluruhan TKI yang ada di Timur Tengah," ujar Reyna.
Untuk negara-negara Timur Tengah yang akan dihentikan sebagai negara penempatan TKI pada pengguna perseorangan di antaranya adalah Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.
(meg)