Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM tengah menelusuri calo yang mendatangkan 33 warga negara asing (WNA) Tiongkok. Informasi soal calo tersebut bakal diperoleh salah satunya melalui pemeriksaan terhadap 33 orang tersebut.
"Kami masih cari agennya yang belum diketahui siapa. Kami sudah melakukan pemeriksaan dan sampai detik ini 33 orang masih ditahan," kata Kasub Direktorat Penyidikan Ditjen Imigrasi Mirza Iskandar saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (8/5). Mereka kini mendekam di rumah detensi di kantor Ditjen Imigrasi.
Sejauh ini, pihak kementerian masih mengupayakan identifikasi WNA tersebut melalui interogasi. Paspor dan identitas mereka diduga diambil oleh pihak calo. "Sampai sekarang belum bisa menunjukkan dokumen imigrasi. Kalau paspor tidak ditemukan, dapat meminta pergantian dokumen berupa paspor darurat ke Kedutaan Besar Cina yang di Indonesia," tuturnya. (Baca:
Diduga Pelaku Penipuan Online, 33 WN Tiongkok Diamankan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, pihak kementerian juga belum dapat mendetailkan alasan mereka ke Indonesia. "Tidak jelas ngapain dia ke sini. Ada juga dugaan cyber crime. Ada mereka yang baru masuk beberapa hari yang lalu, ada juga yang beberapa bulan lalu," tuturnya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya menggerebek sebuah rumah yang ditinggali WNA tersebut di kawasan Cilandak Timur, Jakarta Selatan, Rabu (5/5) malam. Kepala Subdit Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan memaparkan, mereka adalah pelaku pemerasan dan penipuan. (Baca:
Polisi Sebut Ada Dugaan Perdagangan Orang atas 33 WN Tiongkok)
Targetnya, warga Tiongkok dengan modus melemparkan ancaman kepada pengusaha hingga pejabat kotor Tiongkok. Sebagai gantinya, ke-33 WN Tiongkok ini meminta sejumlah uang.
Mulanya, WN Tiongkok itu mengaku berminat datang ke Indonesia karena mendapatkan tawaran bekerja kantoran ataupun di tempat karaoke. Namun ketika tiba, identitas termasuk paspor, ditahan oleh seorang pengendali yang kini masuk daftar pencarian orang. Mereka dipaksa memegang call center meski memperoleh gaji sebesar Rp 6 juta per bulan.
(obs)