Politisi PKB: Ditutupnya Kasus Tragedi Mei 98 Preseden Buruk

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Selasa, 12 Mei 2015 16:53 WIB
Anggota DPR dari PKB Maman Imanulhaq menyebut alasannya karena sekitar Jokowi banyak jenderal yang bertanggung jawab atas peristiwa Mei 98.
Hasil kerajinan keluarga korban Tragedi Mei '98 di pamerkan di Mal Citra Klender, Selasa (12/5).(CNNIndonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah 17 tahun lamanya Tragedi Mei '98 berlalu. Hingga kini keluarga korban masih berjuang agar pemerintah mau mengakui tragedi tersebut.

Setiap Hari Kamis, keluarga korban berdiri di depan Istana Negara, berharap sang presiden mau peduli dan bersikap adil dengan mengakui kejadian tersebut.

Dan pada hari ini pun, keluarga korban mengadakan pergelaran budaya di pelataran Mal Citra Klender sebagai upaya peringatan para korban Tragedi Mei '98. Akan tetapi, sampai sekarang, masih nihil pengakuan dari pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Kebangkitan Bangsa Maman Imanulhaq berpendapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) takut bicarakan kasus hak asasi manusia (HAM).

Jokowi dinilai tak lain dari presiden-presiden sebelumnya. Takut dan tidak peduli. "Jokowi takut bicara kasus HAM karena di sekitarnya banyak jenderal yang bertanggung jawab atas peristiwa ini," kata Maman saat ditemui di Mal Citra Klender, Jakarta Timur, Selasa (12/5).

Maman mempertanyakan alasan takutnya pemerintah dalam mengakui kejadian nahas tersebut. "Padahal kalau dibuka akan jadi hal yang baik. Kalau tidak juga dibuka, ini akan jadi preseden yang buruk. Dengan gampang orang akan menjadi penjahat dan bahkan berkuasa," katanya. (Baca juga: JK: Pemerintah Sudah Upaya Maksimal usut Tragedi Mei 98)

Maman yakin tragedi tersebut masih menyisakan luka mendalam dalam hati para keluarga korban. Nyawa manusia dianggap begitu murah pada masa itu.

"Harapan untuk penyelesaian kasus berat HAM harus terus dijaga. Dan keluarga korban juga harus terus mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM," katanya.

Pada 14 Mei 1998 silam, Mal Citra Klender yang pada waktu itu bernama Yogya Plaza menjadi salah satu tempat kerusuhan. Mal ini dibakar dan ratusan korban meninggal akibatnya.

Sampai dengan detik ini, terdapat ratusan keluarga korban yang masih tidak mengetahui keberadaan keluarganya. Sementara, pemerintah belum pernah sekali pun mengakui kejadian nahas tersebut.

Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin menyatakan korban pemerkosaan saat Tragedi Mei 1998 merasa tertekan karena tidak ada orang lain yang mempercayai kejadian tersebut. Apalagi, negara juga belum mengakui kejadian pemerkosaan dalam Tragedi Mei 1998 hingga kini.

Ia berpendapat luka mendalam yang telah membelas begitu lama di batin para korban akan pulih perlahan-lahan bila pemerintah mau mengakui Tragedi Mei 1998, khususnya kasus pemerkosaan tersebut. "Pengakuan dari negara begitu penting. Kalau perlu, buat museum Tragedi Mei 1998 supaya generasi muda tahu kejadian itu dan agar tidak terulang lagi," kata Mariana.

Berdasarkan laporan "Sujud di Hadapan Korban Tragedi Jakarta Mei 1998" yang dikeluarkan oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan, setidaknya ada 1.217 jiwa yang meninggal, 91 orang luka, serta 31 orang hilang akibat Tragedi Mei yang terjadi pada 13 hingga 15 Mei 1998.

BACA FOKUS: Menanti Sikap Jokowi soal Mei 98 (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER