Jakarta, CNN Indonesia -- Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri mendesak Kementerian Tenaga Kerja mengawal kasus dugaan perdagangan orang terhadap pelaut Indonesia berinisial AS yang bergulir di Badan Reserse Kriminal Polri. Meskipun penyidik telah memeriksa korban dan saksi, serikat pekerja ini heran, kepolisian belum juga menangkap tersangka dan melimpahkan berkas penyidikan ke kejaksaan.
SPILN merilis, perkara ini bermula ketika melalui PT. Bahana Samudera Atlantik, AS dipekerjakan di sebuah kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Chaguarammas, Trinidad and Tobago. Bekerja selama tiga tahun, AS tak kunjung memperoleh hak-haknya. (Baca juga:
Komitmen Negara atas Buruh Dinilai Jauh dari Nawacita Jokowi)"Pelapor bahkan tidak dibayar setelah tiga tahun bekerja di luar negeri sebagai Pelaut," ungkap SPILN dalam siaran pers yang diterima CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas dasar Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, AS melaporkan kejadian ini ke Bareskrim. Ia lantas memperoleh Tanda Bukti Lapor bernomor TBL/103/III/2013/Bareskrim. (Baca juga:
Cegah Perbudakan ABK, SPILN Minta RI Ratifikasi Kovensi ILO)Sejak laporan itu diterima Bareskrim, SPILN berkata penyidik telah memeriksa AS dan tiga saksi, masing-masing berinisial ES, AD dan KW. Setelah hampir satu setengah tahun, AS dan SPILN tidak pernah mendapatkan kejelasan soal status penanganan perkara itu.
Atas kejadian ini, mereka mendesak Kemnaker untuk segera mengirim surat atau mendampingi pelapor ke Bareskrim untuk mempertanyakan kelanjutan perkara itu.
Belakangan, kepolisian memang turun tangan dalam silang sengkarut kondisi pelaut yang bekerja di kapal asing maupun kapal berbendera Indonesia. Saat ini, Bareskrim sedang menyidik kasus dugaan perdagangan orang yang melibatkan PT. Pusaka Benjina Resources. (Baca juga:
FAO: 'Kapal Neraka' Digerakkan Perusahaan Pencuri Ikan)
Kepolisian telah menetapkan tujuh tersangka yang diduga harus bertanggungjawab atas perlakuan tidak manusiawi terhadap puluhan anak buah kapal yang mayoritas berasal dari Myanmar.
Hingga Selasa (14/5) lalu, penyidik Bareskrim telah memeriksa 50 warga Myanmar yang dokumen Seaman Book-nya dipalsukan. Pemeriksaan juga mereka gelar terhadap korban yang disekap satu sampai enam bulan dengan berbagai alasan beragam, seperti terlibat perkelahian hingga pekerjaan yang buruk.
Hingga berita ini diturunkan, lima unit kapal, yakni Antasena 311, 141, 142, 309, dan Antasena 838 telah disita kepolisian. (Baca juga:
Kasus Terbaru: ABK Indonesia Tewas di Atas Kapal Taiwan) (pit)