Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan siap untuk memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kasus dugaan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penjualan kondensat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)
"Nanti kami periksa (Sri Mulyani). Kami berani periksa semua, yakin, siapa yang berkaitan dengan itu kami periksa," kata Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (15/5). (Baca juga:
Budi Waseso Jamin Kasus SKK Migas Kebal dari Intervensi)
Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2005 - 2010, saat dugaan tindak korupsi ini terjadi. Posisinya itu memungkinkan dia untuk mengetahui seluk beluk penunjukkan PT TPPI untuk menjual kondensat SKK Migas. Kini perempuan kelahiran 1962 itu menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. (Baca juga:
Dalami Kasus SKK Migas, Bareskrim Siap Periksa Bekas Menteri)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga sekarang tersangka kasus ini belum bertambah. Penyidik baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni DH, HW dan RP. Namun, Kepolisian masih irit bicara mengenai peran masing-masing tersangka dalam perkara yang menjeratnya.
Budi pun mengaku belum ada perkembangan berarti terkait kasus ini. "Sementara hasilnya baru itu, ya itu. Mudah-mudahan ada pemeriksaan berkembang sehingga menetapkan tersangka baru."
Dia juga menjelaskan, saat ini penyelidikan kasus terhambat oleh saksi-saksi yang tidak memenuhi panggilan. Meski demikian, dia menyatakan pihaknya tidak masalah, selama alasannya bisa diterima. "Ada hal yang mereka sibuk, jadi kami berikan kesempatan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak pun mengaku kesulitan karena para saksi cenderung tertutup dalam memberikan keterangan.
Meski begitu, penyidik tetap berhasil menemukan data baru mengenai pembelian kondensat yang dilakukan oleh PT TPPI. Dalam data yang didapat, Viktor mengatakan jika PT TPPI sudah menerima kondensat sejak Januari 2009, bukan Maret 2009 seperti yang dia katakan sebelumnya.
Hal tersebut janggal lantaran pada Desember 2008, kondisi keuangan PT TPPI hanya sekitar US$ 2 juta saja. Dengan uang tersebut, kata Viktor, PT TPPI hanya bisa membayar gaji para pegawainya saja. "Dari pemeriksaan kita mendapatkan informasi jika TPPI pada 31 Desember 2008 kondisi keuangannya US$ 2 juta dan itu cukup untuk membayar gaji saja," kata Viktor. (Baca juga:
Polri Ungkap Tiga Pelanggaran Kasus Korupsi SKK Migas)
TPPI tercatat menjual kondensat bagian negara dari BP Migas (Sekarang SKK Migas) sejak Mei 2009 hingga Maret 2010. Namun, pada prosesnya, penjualan justru mengakibatkan piutang negara sebesar US$160 juta atau Rp2 triliun. Meski menimbulkan piutang negara, penjualan terus dilanjutkan sehingga piutang negara semakin membengkak.
Selain itu, menurut Viktor, sejak 2009 sebenarnya sudah diketahui TPPI adalah perusahaan tidak sehat. Dengan demikian, seharusnya BP Migas sudah bisa mengetahui perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai mitra penjualan.
(hel)