Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melanda PT Trans Pacific Petrochemical Indotama dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) masih terus didalami oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Polri. Sayangnya penyidik Bareskrim mendapat kesulitan dalam mengorek informasi dari para saksi yang mereka hadirkan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak mengungkapkan tidak terbukanya para saksi menjadi kendala mereka mendapatkan informasi. Dia pun mengatakan penyidik perlu lebih menguasai dokumen agar bisa menggali lebih dalam informasi yang mereka butuhkan.
"Saksi belum terbuka dan kni tentu kita butuh kesabaran, butuh menguasai dokumen dulu," kata Viktor saat ditemui di Bareskrim Polri, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melalui (dokumen) itu kita tunjukkan pada saksi dan kita tanyakan sesuai dokumen bagaimana laporannya. Itu di bagian keuangan yang berperan," ujarnya.
Viktor menjelaskan sikap tak terbuka yang ditunjukkan para saksi tak hanya terjadi pada saksi dari PT TPPI tapi juga dari saksi SKK Migas. Menurutnya, jawaban yang diberikan para saksi sifatnya masih sangat normatif.
"Mereka ada yang bilang sudah lupa dan lelah. Dari semua saksi mengatakan seperti itu," katanya.
"Mereka masih berikan keretangan normatif. Mungkin pada pemeriksaan lanjutan pertanyaan akan makin tajam," ujar Viktor.
Meski mengaku kesulitan saat meminta keterangan dari para saksi, pada faktanya penyidik Bareskrim berhasil menemukan data baru mengenai pembelian kondensat yang dilakukan oleh PT TPPI. Dalam data yang didapat, Viktor mengatakan jika PT TPPI sudah menerima kondensat sejak Januari 2009, bukan Maret 2009 seperti yang dia katakan sebelumnya.
Hal tersebut janggal lantaran pada Desember 2008, kondisi keuangan PT TPPI hanya sekitar US$ 2 juta saja. Dengan uang tersebut, kata Viktor, PT TPPI hanya bisa membayar gaji para pegawainya saja.
"Dari pemeriksaan kita mendapatkan informasi jika TPPI pada 31 Desember 2008 kondisi keuangannya US$ 2 juta dan itu cukup untuk membayar gaji saja," kata Viktor.
"Kemudian pada data baru yang kita dapatkan pada Januari 2009 dia sudah menerima kondensat. Dulu kita bilang mereka dapat pada Maret 2009, ternyata sekarang sejak Januari dan Februari sudah ada. Ini perlu diselidiki," ujarnya.
TPPI tercatat menjual kondensat bagian negara dari BP Migas sejak Mei 2009 hingga Maret 2010. Namun, pada prosesnya, penjualan justru mengakibatkan piutang negara sebesar US$160 juta atau Rp2 triliun. Meski menimbulkan piutang negara, penjualan terus dilanjutkan sehingga piutang negara semakin membengkak.
Selain itu, menurut Viktor, sejak 2009 sebenarnya sudah diketahui TPPI adalah perusahaan tidak sehat. Dengan demikian, seharusnya BP Migas sudah bisa mengetahui perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai mitra penjualan.
Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga tersangka, yakni DH, HW dan RP. Namun, kepolisian masih irit bicara mengenai peran masing-masing tersangka dalam perkara yang menjeratnya.
(pit)