Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka kasus dugaan korupsi dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999, Hadi Poernomo menyatakan penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah. Alasannya, keputusan atas keberatan pajak tersebut tidak bisa dihitung kerugian negaranya lantaran belum bersifat final.
"Kerugian negara dalam kasus keberatan pajak BCA tidak mungkin bisa dihitung karena masih ada upaya hukum apabila keputusan Dirjen Pajak dipandang ada yang salah," ujar Hadi saat membacakan materi permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5).
Hadi mengatakan, jika dalam keberatan pajak ditemukan bukti baru yang dianggap salah, maka keputusan tersebut dapat diterbitkan ulang, diperbaiki atau dibatalkan melalui pengadilan pajak, sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Hadi juga mengungkapkan, Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga yang berwenang memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara belum pernah dimintai keterangan oleh KPK atas keputusan Dirjen Pajak.
"Jumlah kerugian negara yang bisa dibawa ke peradilan adalah jumlah kerugian negara yang dinilai atau ditetapkan keputusannya oleh BPK," ujar Hadi.
Hadi mengajukan permohonan praperadilan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan atas penetapan tersangka dan penyitaan yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut. Hadi sempat mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan sebelumnya, namun kemudian dicabut tanpa alasan yang jelas.
Bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tersebut ditetapkan sebagai tersangka pada 21 April 2014 karena diduga menyalahgunakan wewenang sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain.
Bermula pada Juli 2003, Bank BCA mengajukan surat keberatan pengenaan pajak atas transaksi non-performing loan (NPL) atau kredit macet Rp 5,7 triliun kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.
Pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh mengirimkan surat pengantar risalah yang berisi keberatan atas permohonan BCA dan pernyataan menolak permohonan tersebut kepada Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak.
Pada 17 Juli 2004 atau sehari sebelum jatuh tempo bagi Dirjen Pajak untuk memberikan keputusan final atas permohonan BCA, Hadi membuat keputusan yang mengagetkan. Dia balik mengirimkan nota kepada Direktorat PPh agar mengubah kesimpulan.
Hadi meminta kesimpulan yang semula menolak agar diubah menjadi menerima seluruh keberatan. Namun, belum selesai bawahannya mengubah risalah, 18 Juli 2004, Hadi justru menerbitkan surat ketetapan pajak nihil (SKPN) sebagai tindak lanjut telah diterimanya keberatan yang diajukan BCA.
Atas perbuatannya, Hadi disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(meg)