Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka kasus dugaan korupsi dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999, Hadi Poernomo, belum juga ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antirasuah masih membutuhkan keterangan para saksi.
"Penyidik merasa belum perlu untuk menahan Hadi Poernomo. Berarti masih akan ada pemeriksaan-pemeriksaan lagi untuk tersangka dan sejumlah saksi untuk pengembangan penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugaraha di kantornya.
Selasa (5/5), komisi antirasuah memeriksa tiga orang saksi antara lain Triawan Salim, Tuti Permana Putriana, dan Richard Rachmadi Wiriahardja. Ketiganya adalah karyawan perusahaan swasta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka diperiksa untuk mengonfirmasi sejumlah info yang sebelumnya telah didapat penyidik berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemberian keringanan pajak (BCA). Kedua, untuk mencari tahu apakah ketiga saksi tersebut mengetahui seputar dugaan peristiwa di dalam," katanya.
Sebelumnya, usai diperiksa komisi antirasuah, Hadi enggan berkomentar lebih detil soal kasus yang menimpanya. Ketika ditanya soal motif Hadi menerbitkan kebijakan untuk menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil (SKPN) pajak penghasilan (PPh) PT BCA tahun pajak 1999, Hadi menjawab singkat.
"Tanyakan ke penyidik saja," ujar Hadi usai diperiksa tim penyidik KPK.
Ajukan Praperadilan UlangHadi berencana bakal mengajukan praperadilan ulang setelah praperadilan pertama dicabut. Kendati demikian, belum ada konfirmasi soal materi gugatan dalam praperadilan.
"Ada rencananya beliau akan maju sendiri untuk praperadilan ini. Saya belum tahu apa saja yang akan jadi materi permohonan praperadilan," ujar kuasa hukum Hadi, Maqdir Ismail.
Bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tersebut disangka menyalahgunakan wewenang sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain.
Bermula pada Juli 2003, Bank BCA mengajukan surat keberatan pengenaan pajak atas transaksi non-performing loan (NPL) atau kredit macet Rp 5,7 triliun kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.
Pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh mengirimkan surat pengantar risalah yang berisi keberatan atas permohonan BCA dan pernyataan menolak permohonan tersebut kepada Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak.
Pada 17 Juli 2004 atau sehari sebelum jatuh tempo bagi Dirjen Pajak untuk memberikan keputusan final atas permohonan BCA, Hadi membuat keputusan yang mengagetkan. Dia balik mengirimkan nota kepada Direktorat PPh agar mengubah kesimpulan.
Hadi meminta kesimpulan yang semula menolak agar diubah menjadi menerima seluruh keberatan. Namun, belum selesai bawahannya mengubah risalah, 18 Juli 2004, Hadi justru menerbitkan surat ketetapan pajak nihil (SKPN) sebagai tindak lanjut telah diterimanya keberatan yang diajukan BCA.
Atas perbuatannya, Hadi disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dia terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(sur)