Cerita Sea Shepherd Soal Kapal Maling dan ABK Indonesia

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 19 Mei 2015 10:58 WIB
Sea Shepherd Global, sebuah organisasi konservasi laut internasional menceritakan pengalaman mereka menangkap kapal buron Thunder dan ABK Indonesia.
Ilustrasi perbudakan. (Thinkstock/MagMos)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sea Shepherd Global, sebuah organisasi konservasi laut internasional pada April lalu berhasil menangkap kapal buronan polisi internasional (Interpol), Thunder, dalam operasi 110 hari. Kapal tersebut ditangkap setelah dipergoki terombang ambing di wilayah perairan Afrika Selatan.

Kepada CNN Indonesia, Kapten kapal Sea Shepherd Global, Siddharh Chakravarty, menceritakan pengalaman kru kapalnya saat menolong anak buah kapal Thunder yang ditelantarkan dan dibiarkan terombang ambing di tengah lautan. Dari 40 orang anak buah kapal, ternyata 30 orang diantaranya merupakan warga Indonesia. (Baca juga: Cerita Para Budak Indonesia di Atas Kapal Neraka


Menurut Sidd, saat kapal Sea Shepherd ingin menangkap kapal Thunder, kapten dan awak kapalnya memilih untuk menenggelamkan kapal mereka sendiri. "Mereka menenggelamkan diri untuk menghilangkan barang bukti," kata Sidd.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sidd mengatakan selama ini Thunder terlibat dalam praktek penangkapan ikan secara ilegal dan perdagangan manusia. Meski kapal itu karam, kru Sea Shepherd mengaku berhasil mengumpulkan bukti yang signifikan soal segudang pelanggaran yang telah dilakukan oleh Thunder. ”Kami akan menyerahkannya ke pihak berwenang,” ujarnya. (Baca juga: Rayuan Permen Bagi Budak Indonesia di Kapal Neraka)

Salah satu bukti yang sangat signifikan adalah hasil tangkapan ikan illegal yang ditengarai bernilai US$ 10 juta atau setara Rp 13 miliar. Nilai tersebut terbilang sangat fantastis.

Perbudakan Hantui ABK Indonesia

Dalam operasi penangkapan itu, kru dari Sea Shepherd menemukan banyak tenaga kerja khususnya yang berasal dari Indonesia dieksploitasi di kapal-kapal asing di berbagai penjuru dunia. Kebanyakan dari mereka, bekerja di kapal milik Korea Selatan dan Taiwan. Prediksi Sea Shepherd, ada 60 ribu ABK Indonesia di atas 1.500 kapal-kapal tersebut. (Lihat Fokus: Budak Indonesia di Kapal Asing

Parahnya lagi, kondisi dari kebanyakan kapal pencuri ikan itu umumnya di bawah standar, dan ABK yang dieksploitasi itu tidak mendapat bayaran selama masa kerja mereka, dan baru diizinkan kembali ke Tanah Airnya setelah tiga hingga empat tahun.

"Dan yang lebih parahnya, terjadi kekerasan fisik yang dilakukan oleh kapten kapal. Dunia harus tahu, apa yang dilakukan di atas kapal hanya untuk memenuhi konsumsi seafood negara Eropa dan Amerika serikat (AS)," katanya. (Baca Juga: Kisah Bahtera Pencabut Nyawa Budak Indonesia)

Sebelumnya, CNN Indonesia pernah menulis ihwal perbudakan yang menimpa banyak ABK Indonesia di kapal-kapal pencuri ikan milik bangsa asing. Cerita soal perbudakan dituturkan dari orang-orang yang pernah langsung mengalami kepedihan bekerja di kapal penangkap ikan ilegal. Menteri Kelautan dan Perikanan sempat memberikan perhatian khusus soal perbudakan ABK asal Indonesia ini. Namun, menurut Forum Solidaritas Pekerja Indonesia Luar Negeri (FSPILN) yang beranggotakan kebanyakan bekas ABK Indonesia korban perbudakan, upaya pemerintah masih jauh dari maksimal. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER