Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Jakarta Agung Laksono mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang mengisyaratkan penolakan terhadap revisi undang-undang Pilkada. Diketahui, isyarat penolakan tersebut disampaikan oleh Jokowi ketika DPR menemuinya di istana pada Senin (18/5).
"Kami apresisasi sikap Pak Presiden Jokowi yang tidak menerima adanya permintaan revisi UU Pilkada," ujar Agung di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Rabu (20/5).
Lebih lanjut, Agung menilai usulan revisi undang-undang Pilkada tersebut hanya untuk kepentingan dari elite politik tertentu. Bahkan, menurutnya, Indonesia akan mengalami instabilitas politik apabila undang-undang Pilkada tersebut kembali di revisi. (Baca juga:
Rambe: Kalau UU Tak Direvisi, Pilkada Bisa Bakar-bakaran)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah sudah dua kali direvisi, padahal belum pernah diberlakukan sama sekali.
"Mungkin hanya satu dua orang yang gerah saja. Kami pandang cukup baik. Kita praktekan dulu saja. Jangan sampai direcoki oleh orang-orang yang menyebabkan instabilitas nasional," tegasnya.
Selain itu, Agung pun mengapresiasi fraksi-fraksi di DPR yang turut menolak revisi undang-undang Pilkada. Partai politik yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, dan juga Partai Demokrat mengaku keberatan bahkan menolak untuk merevisi undang-undang tersebut. (Baca juga:
Jokowi Tolak Revisi UU Pilkada, Komisi II Minta Solusi)Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan Presiden Joko Widodo secara implisit menolak rencana revisi terbatas undang-undang Pilkada. Jokowi meminta kepada DPR untuk kembali mempertimbangkan rencana tersebut.
Permintaan Presiden Jokowi ini senada dengan pendapat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Komisi Pemilihan Umum. Mereka merasa keberatan akan rencana revisi terbatas UU Pilkada tersebut karena semakin dekatnya penyelenggaraan Pilkada. (Baca juga:
Jokowi Tolak Revisi UU Pilkada, Komisi II Berkeras)Selain itu, kekhawatiran lain adalah mengganggu atau menghambat penyelenggaraan Pilkada dikarenakan 26-28 Juli 2015 adalah waktu untuk mendaftarkan calon kepala daerah. Sedangkan, Pilkada akan dilakukan secara serentak di 269 daerah pada 9 Desember mendatang.
Revisi terbatas diusulkan untuk memberikan payung hukum kepada KPU dalam mengakomodir keikutsertaan partai bersengketa seperti Golkar dan PPP.
Memang, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah tersebut tidak mengatur mengenai partai yang bersengketa. (Baca juga:
DPR: Presiden Jokowi Isyaratkan Penolakan Revisi UU Pilkada) (pit)