Jakarta, CNN Indonesia -- Ayu, 40, tak pernah merencanakan untuk menjadi seorang ibu asuh dari anak-anak yang bukan dari darah dagingnya sendiri. Kiprah perempuan tersebut menjadi ibu asuh bermula dari iklan lowongan pekerjaan di salah satu koran nasional.
Ketika CNN Indonesia mengunjungi Ayu, perempuan itu sedang bercakap-cakap dengan salah satu anak asuhnya. "Eh, Iwan sudah pulang. Tadi belajar apa?" kata Ayu bertanya kepada 'anak' bungsunya yang sudah berusia tiga tahun.
Iwan dengan lantang menjawab," tadi nyanyi sama olahraga," katanya kepada Ayu yang kini tengah membantu Iwan melepaskan tas. "Main dulu sana sama kakak. Tapi ganti baju dulu," kata Ayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Salah satu rumah aman di penampungan SOS Children's Village, Cibubur, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
Perempuan berambut ikal dan bertubuh gempal itu lalu mengambilkan baju berwarna hijau untuk ganti Iwan. Setelah berganti pakaian, Iwan tak mau bermain. Dia malah memilih merajuk kepada ibu asuhnya. Badannya menyandar pada Ayu dan kepalanya diletakkan di paha sang ibu asuh.
Ayu merupakan salah satu dari 15 ibu asuh yang bekerja di yayasan sosial SOS Children Village Karya Bhakti Ria Pembangunan di Cibubur, Jakarta Timur.
SOS Children Village Karya Bhakti Ria Pembangunan merupakan sebuah yayasan yang menampung dan memberikan kebutuhan bagi anak-anak yang kehilangan pengasuhan orang tua. Di rumah aman itu, anak-anak mendapatkan keluarga dan kasih sayang.
Sebelumnya, tak pernah terpikir oleh Ayu kalau ia akan menjalani profesi sebagai ibu asuh di sebuah yayasan pemerhati anak. Semua ini berawal dari sebuah lowongan kerja di sebuah koran ibukota.
"Aku tahu lowongannya dari koran. Aku penasaran, ini apa ya kok ada lowongan jadi ibu asuh. Ya sudah dicoba saja," kata Ayu memulai ceritanya.
Tak berapa lama, ia pun mendapat panggilan untuk menjalani tes. Ayu sempat terkejut lantaran tempat yang ia tuju ketika melamar kerja ternyata berada di dekat rumahnya. Rumah Ayu terletak di kawasan Halim Perdanakusuma, tak jauh dari Cibubur.
"Lah, kok, tempatnya di sini. Padahal saya kalau ke Cibubur Junction lewat sini, tapi enggak pernah tahu ada tempat ini," ujarnya.
Setelah melalui serangkaian tes, Ayu akhirnya diterima dan bergabung bersama SOS Children's Village Cibubur. Beberapa bulan menjadi asisten, akhirnya ia pun diangkat menjadi ibu asuh, menggantikan ibu asuh sebelumnya yang sudah pensiun. Sampai saat ini terhitung sudah empat tahun Ayu bergabung dengan SOS Children's Village.
Walaupun belum pernah menikah, Ayu sama sekali tidak merasakan kecanggungan dalam mengurus anak. Mempunyai 8 saudara membuat Ayu terbiasa berurusan dengan anak-anak karena semua saudara Ayu telah menikah dan mempunyai anak.
Ternyata hal itu pulalah yang mendorong Ayu berani mengambil profesi ini. "Bapak Ibu sudah enggak ada. Ada kakak sama adik, semuanya sudah punya keluarga. Ya sudah di sini saja ramai," ujar Ayu.
Berbeda dengan Ayu, Regina, asisten ibu asuh yang sudah 11 tahun berada di SOS Children's Village justru sudah punya anak. Ia mengaku mengambil pekerjaan ini karena ingin menghidupi anaknya di Flores.
Pergi ke ibukota untuk mencari nafkah dan harus menitipkan anak pada keluarga adalah pilihan Regina lantaran sang suami sudah tak menafkahi lagi. Suami Regina sudah meninggalkannya sebelum sang anak lahir.
"Dia dapat kasih sayang penuh dari saya sampai lima tahun. Setelah itu dengan Mamaku dan Kakakku," kata Regina bercerita.
Meski terpisah jarak, Regina mengaku sampai saat ini hubungan dengan anaknya baik-baik saja. Bahkan anak Regina yang bernama Andi berbesar hati berbagi kasih sayang ibunya dengan anak-anak di SOS Children's Village.
"Saya boleh jauh dari mama, tapi saya masih dapat kasih sayang Mama dan orang Flores. Di sana, mereka lebih butuh kasih sayang," ujar Regina menirukan ucapan anaknya yang kini duduk di bangku sekolah menengah atas itu.
 Mama Regina dan anak-anak asuhnya di penampungan anak SOS Children's Village, Cibubur, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
Di SOS Children's Village, Regina masih berstatus sebagai asisten ibu asuh. Artinya, tugasnya hanya membantu ibu asuh atau menggantikan ibu asuh yang sedang tidak bisa menjaga anak-anak selama 24 jam. Dengan statusnya sebagai asisten ibu asuh, ia pun mengaku lebih memahami karakter anak-anak di SOS Children's Village karena kerap tugas berkeliling.
Kiprah Regina sampai ke Jakarta dan bertemu dengan anak-anak di SOS Children's Village, sebenarnya berawal dari ajakan saudaranya yang bekerja di Dinas Sosial di Flores. "Mungkin dia melihat saya waktu itu pengangguran, akhirnya saya diajak mendaftar," ucapnya.
Awalnya Regina tak menyangka sama sekali harus berada di tempat ini. "Dulu saya tidak pernah terbayang. Saya pikir SOS itu artinya sosial, ternyata SOS ini," ungkap perempuan berusia 49 tahun itu.
Setelah lulus tes dan mengikuti pelatihan di SOS Children's Village Lembang, Regina pun ditempatkan di Jakarta. Baginya, pekerjaan ini mempunyai kesenangan sendiri. Bahkan, ia mengaku pekerjaannya saat ini banyak memperbaiki dirinya.
"Dulu itu saya orangnya egois, tapi di sini saya mulai belajar rendah hati. Saya belajar lebih banyak bersyukur," katanya.
Tugas sebagai ibu asuh yang dilakoni Ayu dan Regina bukanlah pekerjaan mudah. Butuh kesabaran ekstra, kasih sayang yang berlimpah dan pastinya komitmen yang kuat untuk bertahan hidup dengan anak-anak yang memiliki sifat yang berbeda-beda ini.
Tak jarang para ibu asuh mendapat perkataan kasar dari anak atau perlakukan membangkang. Tapi, mereka tidak memasukkan ke dalam hati. Komitmen dan kecintaan terhadap anak-anaklah yang membuat mereka bisa bertahan, bahkan bisa mengubah perilaku anak menjadi lebih baik.
Ibu asuh juga harus memperhatikan semua anak tanpa terkecuali dengan jumlah anak di tiap rumah yang mencapai 6 hingga 8 orang. Bahkan ada rumah yang dihuni 9 hingga 10 anak.
Mereka harus mengatur kebutuhan makanan, sekolah, dan kebutuhan sandang sang anak. Layaknya peran ibu sesungguhnya dalam keluarga. Tak ada satupun yang kurang. Namun, bedanya ibu asuh harus mampu juga berperan sebagai ayah di sini.
Direktur Nasional SOS Children's Village, Gregor Hadi Nitihardjo mengatakan untuk menjadi ibu asuh di yayasan yang dikelolanya sebenarnya tidak terlalu banyak persyaratannya.
"Syarat utamanya perempuan, usianya minimal 26 tahun dan maksimal 40 tahun dan paling tidak lulusan SMA," kata laki-laki yang akrab disapa Hadi itu.
Meski banyak di antara ibu asuh yang punya status sebagai sarjana tapi Hadi menegaskan itu bukanlah persyaratan utama. "Yang sulit itu mencari yang keibuan. Ribuan yang melamar yang ditolak juga banyak. Kami harus punya standar," ujarnya.
 Suasana dalam salah satu rumah aman di SOS Children's Village, Cibubur, Jakarta Timur. (CNN Indonesia/ Tri Wahyuni) |
Di yayasan SOS Children's Village, ibu asuh mendapatkan gaji per bulannya. Hadi tak mau menyebutkan besarannya tapi ia pastikan gaji tersebut sudah sesuai standar pemerintah. "Memang mereka tidak bisa nabung. Tapi sebagai gantinya yayasan yang menabung, buat hari tua mereka nanti," ucap Hadi.
Yayasan SOS Children's Village memang mempunyai program khusus dalam menjamin hari tua para ibu asuhnya kelak. Mereka menyediakan sebuah rumah khusus bernama wisma bunda tempat pensiunan ibu asuh tinggal. Semua kebutuhan mereka pun ditanggung pihak yayasan.