Jakarta, CNN Indonesia -- Proses islah dua kepengurusan Partai Golkar yang dimediasi oleh mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla, yang juga Wakil Presiden RI, bakal berjalan alot. Meski islah hanya untuk kepentingan pemilihan kepala daerah namun upaya perdamaian kedua kubu tetap sulit tercapai.
Pengurus Partai Golkar hasil Munas Ancol, Jakarta, berkeras kepengurusan yang nanti berhak mendaftarkan calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum adalah yang di bawah komando Agung Laksono.
Ketua DPP Golkar kubu Agung, Melchias Markus Mekeng, yang ikut pertemuan dengan Jusuf Kalla pada Selasa (19/5) lalu, menganggap kepengurusan DPP yang akan dipakai ketika mendaftarkan calon kepala daerah ke KPU adalah kepengurusan pihaknya. “Ini yang masih alot soal yang masuk ke Komisi Pemilihan Umum Daerah itu nanti siapa,” kata Mekeng kepada CNN Indonesia, Ahad (24/5). (Baca:
Islah Pilkada, Agung-Ical Belum Putuskan Pengurus Golkar)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jusuf Kalla dalam upaya mengislahkan kubu Agung dan Ical demi keikutsertaan Golkar di pilkada serentak mensyaratkan empat poin yaitu meminta agar kedua kubu setuju mementingkan kepentingan Golkar ke depan, membentuk tim bersama untuk proses penjaringan calon kepala daerah, kriteria calon disepakati oleh kedua kubu, dan surat dukungan kepada calon kepala daerah yang diserahkan ke KPU diusulkan oleh kepengurusan Golkar yang disahkan SK Menkum HAM. (Baca:
Setya Novanto Yakin Jusuf Kalla akan Rekatkan Golkar)
Mekeng mengatakan, sepengetahuan pihaknya SK Kemenkum HAM yang mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung belum dibatalkan. “Belum ada eksekutorial. Keputusan yang bersifat eksekutorial itu ada di Mahkamah Agung, kasasi,” ujar Mekeng.
Anggota Komisi XI DPR itu mengklaim SK Kemenkum HAM masih berlaku dan dipegang oleh kubu Agung. Jadi, kata Mekeng, nanti kepengurusan yang digunakan saat mendaftarkan calon ke KPU adalah kepengurusannya, bukan kepengurusan hasil munas Riau. “Itu baru islah yang kami mau. Tidak bisa pakai kepengurusan hasil munas Riau yang sudah mati, itu zombie namanya,” lanjut Mekeng.
Menurut Mekeng putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak menggugurkan SK Kemenkum HAM untuk kubu Agung namun memutuskan kubu Agung tidak bisa melakukan kegiatan hukum yang didasarkan oleh SK Menkum HAM. Putusan sela PTUN tersebut memerintahkan untuk menunda keberlakuan SK Menkum HAM. “Hasil putusan sela itu sudah kami ikuti selama ini,” ucap Mekeng.
Sedangkan dengan keluarnya putusan PTUN pada Senin (18/5) yang memenangkan kubu Ical dengan membatalkan SK Menkum HAM, pihak Kemenkum HAM dan kubu Agung sudah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). “Yang jelas pihak kami dan Menkum HAM sudah banding ke PT TUN dan SK Menkum HAM mengenai kepengurusan Golkar yang sah ada di pihak kami,” kata Mekeng.
Adapun ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan dengan keluarnya putusan sela PTUN waktu itu yang menunda pemberlakuan SK Menkum HAM maka calon kepala daerah yang diserahkan ke KPU tidak diusulkan oleh kepengurusan Golkar yang disahkan SK Menkum HAM.
“Jadi bukan soal pihak Menkum HAM yang mengajukan banding ke PT TUN yang SK-nya dibatalkan PTUN tapi sejak putusan sela yang menunda SK Menkum HAM itu,” kata Margarito kepada CNN Indonesia, Minggu (24/5).
(obs)