Pegiat HAM Ragukan Komitmen Jokowi Tuntaskan Kasus Masa Lalu

Abraham Utama | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 12:46 WIB
Mereka menilai komite ini hanya akan melanggengkan pengampunan bagi pelaku pelanggaran HAM masa lalu.
Koordinator KontraS, Haris Azhar menjelaskan KontraS akan melakukan kunjungan ke Kemenkumham dan Mabes Polri untuk menyelesaikan rekayasa kasus, Senin (16/3). (CNNIndonesia/Aulia Bintang Pratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok masyarakat korban pelanggaran hak asasi manusia meragukan komitmen Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan utang masa lalu. Mereka menyatakan, langkah Jokowi membentuk Komite Rekonsiliasi hanya akan melanggengkan impunitas atau pengampunan bagi para pelaku pelanggaran HAM.

"Komite ini memilih jalan melindungi kepentingan para penjahat kemanusiaan yang telah menyiksa dan membunuh ribuan masyarakat sipil," ujar Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (25/5).

Azhar memaparkan, permintaan maaf resmi kenegaraan kepada para korban tak akan berarti apa-apa jika pemerintah tidak memberikan kepastian hukum. Kepastian itu, menurutnya, dapat dicapai jika pemerintah mengadili para pelaku pelanggaran HAM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih dari itu, kelompok masyarakat peduli pada korban pelanggaran HAM yang terdiri dari beberapa kelompok seperti Ikatan Orang Hilang Indonesia (Ikohi), Imparsial, dan Setara Institute ini juga mengecam pernyataan Jaksa Agung M. Prasetyo. Mereka menyatakan, Prasetyo tidak seharusnya menolak menyelidiki kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Argumentasi mengenai kesulitan mencari alat bukti sangat kontradiktif karena selama 13 tahun terakhir, Kejagung belum pernah menindaklanjuti berkas penyidikan Komnas HAM," ucap Haris.

Pada aksi mereka di belakang kantor Kejagung ini, kelompok ini mendesak Jokowi mengeluarkan keputusan presiden untuk membentuk Pengadilan HAM ad hoc dan mengeluarkan instruksi kepada Komnas HAM serta Kejagung untuk menyelesaikan penyidikan kasus pelanggaran HAM.

Lebih dari itu, mereka juga menuntut Jaksa Agung untuk segera menjalankan penyelidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

Kamis pekan lalu, Menko Polhukam Tedjo Edhy memimpin rapat Komite Rekonsiliasi yang dihadiri Jaksa Agung Prasetyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Dewan Pembina Komnas HAM Jimly Asshiddiqie, Komisioner Komnas HAM Nur Kholis, Kepala Badan Intelijen Nasional Marciano Norman, dan Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Mualimin Abdi.

Tedjo mengatakan, komite itu nantinya akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Adapun, Prasetyo berkata, Komite Rekonsiliasi memegang tiga poin penting untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM melalui pendekatan non-yudisial.

Pertama, apabila pada proses penyidikan Kejaksaan Agung menemukan pelanggaran HAM, maka nantinya mereka akan membuat suatu pernyataan. Nanti dikatakan bahwa pelakunya bukan orang-orang tetapi institusi.

Kedua, dengan temuan pelanggaran HAM itu, maka pemerintah akan berkomitmen untuk tidak akan mengulangi kejadian itu di masa mendatang. Ketiga, Presiden atas nama negara menyatakan penyesalan dan meminta maaf kepada publik.

Saat ini Prasetyo mengaku telah mengagendakan enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang akan diselesaikan melalui Komite Rekonsiliasi.  Prasetyo menyatakan  karena peristiwa sudah lama terjadi, baik Komnas HAM selaku petugas penyelidik maupun Jaksa Agung yang nanti menyidik kasus HAM, akan sedikit mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bukti, saksi dan tersangka.

Keenam kasus tersebut di antaranya adalah kasus peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talang Sari di Lampung 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (hel/hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER