Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno memimpin rapat yang digelar di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/5). Rapat ini menindaklanjuti rapat pertama yang digelar pada 21 April lalu.
Bersama dengan Jaksa Agung M. Prasetyo, Kepala Kepolisian RI Badrodin Haiti, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional HAM Jimly Asshiddiqie, Komisioner Komnas HAM Nur Kholis, Kepala Badan Intelijen Nasional Marciano Norman, dan Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi, semuanya membahas mengenai penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
"Baru saja kami melakukan rapat yang kedua menindaklanjuti pertemuan yang pertama. Istimewanya sudah ada kemajuan yang lebih berarti ke depan," ujar Tedjo kepada wartawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menambahkan pernyataan Tedjo, Prasetyo mengatakan bahwa kemajuan yang dimaksud adalah bahwa semua pihak bersepakat akan membentuk Komite Rekonsiliasi untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Komite ini nantinya akan memiliki struktur keorganisasian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut Prasetyo, pembentukan komite ini dilakukan lantaran tidak memerlukan UU, berbeda dengan komisi. "Kalau komisi rekonsiliasi memang dengan UU, sementara UU (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) telah dibatalkan," ujar Prasetyo.
Komisioner Komnas HAM, Nur Kholis menjelaskan mekanisme penyelesaian melalui komite ini nantinya akan dilakukan dengan mengutamakan kerja sama antarlembaga, mulai dari Kemenkopolhukam, Kejaksaan Agung, Polri dan TNI serta Komnas HAM. Komite ini juga akan bersifat terbuka dan partisipatif, termasuk terhadap keluarga korban guna mengungkap kebenaran.
Ada tiga poin penting yang diatur dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM melalui pendekatan non-yudisial ini, menurut Prasetyo. Pertama, apabila usai penyidikan oleh Kejaksaan Agung ternyata benar ditemukan pelanggaran HAM, maka akan dibuat suatu pernyataan. "Nanti dikatakan bahwa pelakunya bukan orang-orang tetapi institusi," ujar Prasetyo.
Kedua, dengan adanya pelanggaran HAM itu maka Indonesia akan berkomitmen untuk tidak akan lagi mengulangi di masa mendatang. Ketiga, Presiden atas nama negara menyatakan penyesalan dan meminta maaf kepada publik.
Prasetyo berharap penyelesaian melalui rekonsiliasi dapat diterima oleh semua pihak demi kepentingan bangsa.
Saat ini Prasetyo mengaku telah mengagendakan enam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang akan diselesaikan melalui Komite Rekonsiliasi. "Karena peristiwa sudah lama terjadi, baik Komnas HAM selaku petugas penyelidik maupun Jaksa Agung yang nanti menyidik kasus HAM, sedikit mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bukti, saksi dan tersangka," ujar Prasetyo.
Keenam kasus tersebut di antaranya adalah kasus peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talang Sari di Lampung 1989, penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II
(hel)