Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyebut PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) tidak mematuhi kebijakan pemerintah untuk menjual kondensat Badan Pengelola Minyak dan Gas (sekarang SKK Migas) ke Pertamina.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak menjelaskan saat dugaan korupsi terjadi, Wakil Presiden sempat membuat kebijakan agar TPPI memprioritaskan untuk menjual hasil minyaknya ke Pertamina.
Saat kejadian tersebut, yakni pada Maret 2009, yang menjabat sebagai Wakil Presiden adalah Jusuf Kalla atau JK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi pada pelaksanaannya TPPI itu tidak menjual ke Pertamina. Jadi, tidak sesuai dengan kebijakan itu," kata Viktor di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (26/5).
Namun, Viktor tidak bisa menjelaskan ke mana saja hasil minyak tersebut dijual lantaran pembelinya ada dari banyak pihak. Viktor hanya bisa menyebut para pembeli hasil minyak itu berasal dari dalam dan luar negeri.
Penyidik pun hingga saat ini belum berencana untuk memeriksa JK. Viktor mengatakan pemeriksaan terhadap Jusuf Kalla akan memakan waktu cukup lama.
Selain itu, menurut Viktor, dalam kasus ini mantan Kepala BP Migas Raden Priyono adalah pucuk pertanggungjawaban dalam kasus ini.
"Jadi, kebijakan ini harus dijelaskan lagi bahwa Kepala BP Migas adalah pengambil kebijakan, bahkan pembuat aturan," ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (20/5), Raden Priyono menyatakan dirinya hanya menjalankan kebijakan pemerintah terkait korupsi penjualan kondensat bagian negara oleh PT TPPI.
"Aturannya ada. Dalam pemeriksaan tadi kami menjelaskan aturan. Kami melaksanakan kebijakan pemerintah," kata Priyono di Markas Besar Polri.
Namun dia enggan menjelaskan aturan yang dimaksud. Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni RP, DH, dan HW. Ramai disebut sebagai salah satu tersangka yang ditetapkan, Raden Priyono menyangkal.
Kasus berawal pada saat TPPI menjual kondensat bagian negara dari BP Migas sejak Mei 2009 hingga Maret 2010. Pada prosesnya, penjualan justru mengakibatkan piutang negara sebesar US$ 160 juta atau Rp 2 triliun.
Selain itu, sejak 2009 sebenarnya sudah diketahui TPPI adalah perusahaan tidak sehat. Dengan demikian, BP Migas tahu perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditunjuk sebagai mitra penjualan.
(utd)