Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan, pemerintah tidak akan menutup kemungkinan membawa kasus pelanggaran hak asasi manusia ke ranah yudisial.
Untuk mewujudkannya, dibutuhkan alat bukti kuat untuk mengadili para pelaku yang diduga bertanggung jawab dalam tragedi kemanusiaan tersebut. Masalahnya saat ini, banyak kendala yang dihadapi pemerintah saat membawa kasus kemanusiaan ke pengadilan HAM.
Misalnya kasus dugaan pelanggaran HAM tahun 1965. Menurut Tedjo, kesulitan Kejaksaan Agung adalah kasus ini yang sudah terjadi sangat lama. "Itu adalah kasus pelanggaran HAM yang sudah lama, tahun 1965. Yang bisa diungkap dari situ bagaimana," ujarnya di Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tedjo pun meminta publik menunggu hasil kinerja Komite Rekonsiliasi yang baru dibentuk pemerintah. (Baca juga:
Jokowi Bentuk Komite Rekonsiliasi untuk Kasus HAM Masa Lalu)
"Nanti lihat dari hasil monitor di daerah. Kalau ada bukti dan saksi mungkin diselesaikan melalui proses yudisial. Tapi kalau sudah lama dan orangnya sudah tidak ada, bagaimana?" kata Tedjo.
Saat ini, menurut Tedjo, pemerintah lebih mengedepankan opsi permintaan maaf dibandingkan memproses kasus pelanggaran HAM di meja hijau. Selain lebih cepat, pernyataan maaf dapat segera memutus mata rantai kecurigaan antara pemerintah dan kelompok penyintas.
Kasus Trisakti dan Pembunuhan MunirJika pemerintah membuka peluang membawa kasus HAM masa lalu ke pengadilan HAM, maka hal tersebut tidak berlaku untuk kasus penembakan di Universitas Trisakti dan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Tedjo menilai, untuk dua kasus ini pelakunya sudah dihukum. Dalam kasus penembakan di Trisakti tahun 1998 telah digelar dua kali persidangan.
Persidangan pertama pada tahun 1999 telah menjatuhkan hukuman penjara dua sampai 10 bulan penjara terhadap enam anggota Polri. (Baca juga:
Imparsial Curiga Lembaga Pemerintah Dalangi Kematian Munir)
Sementara pada persidangan kedua 2002, pengadilan memvonis bersalah sembilan terdakwa penembakan empat mahasiswa Trisakti dengan pidana penjara tiga sampai enam tahun.
Untuk kasus pembunuhan Munir, Tedjo bahkan menyebut bukan kategori pelanggaran HAM. "Tidak masuk ke sana (pelanggaran HAM), itu masalah orang per orang," katanya.
Untuk kasus pembunuhan Munir pada tahun 2004, persidangan sudah memutus bersalah mantan pilot Garuda Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus divonis 14 tahun penjara namun saat ini sudah menghirup udara bebas setelah mendapatkan pembebasan bersyarat. Ia hanya mendekam di sel penjara Sukamiskin, Bandung selama delapan tahun 11 bulan.
(sur)