Nasib Pilkada Partai Bersengketa Ada di Tangan Jokowi

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 26 Mei 2015 22:02 WIB
Wacana revisi UU Pilkada dan parpol dianggap sebagai merupakan bentuk penegasan ketidakmampuan partai politik mengurusi persoalan di internal partai.
Ketua KPU Pusat Husin Kamil Manik memberi penjelasan saat launching Pilgub dan Wagub Kalsel 2015 di Banjarmasin, Sabtu (23/5). (ANTARA FOTO/Herry Murdy Hermawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan Partai Politik kian mengemuka seiring keputusan Komisi Pemilihan Umum yang menolak partai bersengketa ikut Pilkada.

Menurut Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Rizky Argama, wacana revisi UU Pilkada dan parpol merupakan bentuk penegasan ketidakmampuan partai politik mengurusi persoalan di internal partai. Alih-alih membenahi dualisme kepemimpinan dalam partai yang bersengketa, revisi undang-undang dipaksa jadi jalan keluar.

Ketika partai bersengketa tak punya solusi di internal, kata Rizky, bukan hal mengejutkan melihat gelagat kelompok yang berkepentingan mewacanakan revisi UU Pilkada. Namun sekuat apapun DPR mewacanakan revisi UU Pilkada, realisasinya tetap butuh persetujuan Jokowi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meski pembahasan revisi UU Pilkada, katakanlah, telah menjadi inisiatif parlemen, hal itu tidak akan terwujud jika belum keluar surat dari presiden," kata Rizky di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5).

Rizky menegaskan mekanisme prosedur pembahasan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat tetap harus mendapat persetujuan dari Jokowi sebagai kepala pemerintahan. Dalam hal ini, kata Rizky , pihak eksekutif dan legislatif punya porsi "fifty-fifty".

"Artinya bola panas saat ini ada di tangan presiden," kata Rizky.

Wacana revisi UU Pilkada mengemuka seiring menguatnya itikad islah dari partai politik yang kepengurusannya terbelah. Bagaimanapun, legalitas kepengurusan partai melalui jalur islah tetap harus dijalani melalui mekanisme penyelesaian konflik di internal partai.

Menurut Ketua Konstitusi dan Demokrasi Veri Junaidi, rujuknya partai bersengketa harus disertai pengesahan administrasi dari Kementerian Hukum dan HAM. Islah tidak bisa serta merta menjadi solusi sementara hanya demi meloloskan partai ke ajang pilkada serentak.

Veri mengatakan partai politik yang bersengketa di ranah hukum harus menyelesaikan urusannya hingga menghasilkan putusan berkekuatan hukum tetap. Jalur islah yang ditempuh partai berkonflik seharusnya tidak menyisakan persoalan hukum, dan/atau menjadikan islah sebagai pemanfaatan jeda sebelum proses hukum dilanjutkan.

"Tapi itu terserah mereka. Yang terpenting saat ini partai bersengketa bisa membuktikan islahnya secara administratif dan tidak membuat resah para calon pemilih," kata Veri. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER