Manado, CNN Indonesia -- Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di sejumlah wilayah di Sulawesi ternyata terhambat. Alasannya, peserta tersebar hingga kepulauan. Alhasil, pembagian Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang kini tengah dihelat pun berpotensi menjadi terhambat.
"Ini wilayah kerja kepulauan. Kami harus ekstra waktu. Kalau di daratan satu hari bisa satu hingga dua titik (untuk sosialisasi). Kalau di kepulauan satu titik bisa tiga hari," ujar Afrizayanti, Kepala Divisi Regional X BPJS Kesehatan saat berbincang dengan CNN Indonesia, di Manado, kemarin, Rabu (27/5).
Tak hanya itu, alur komunikasi melalui teknologi belum juga terealisasi. "Ada beberapa pulau terluar yang sistemnya belum mumpuni," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Afriza menceritakan, tantangan itu perlu dihadapi di empat provinsi yang ia pimpin. Provinsi tersebut mencakup Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara.
"Di Sulawesi Utara, ada Sangihe dan Talaud serta Siau Sitaro. Sulawesi Tengah ada Luhuk, Bangkok Kepulauan dan Bangkok Daratan. Yang banyak kepulauan ada di provinsi Maluku Utara misal wilayah Halmahera utara dan Halmahera Barat," katanya.
Mantan Kepala Departemen Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan pusat ini mengklaim telah melakukan serangkaian proses sosialisasi kepada peserta BPJS. Namun, proses tersebut diakui belum dapat menjangkau seluruh peserta BPJS sebanyak 4 juta jiwa di regional yang ia pimpin.
"Kami secara berstruktur sudah sosialisasi sejak 2013. Bahkan kami juga terus melakukan dengan berbagai cara, konvensional misal mengundang sosialisasi, cara publikasi buat produk radio, dan mengundang pimpinan-pimpinan untuk training of trainees," katanya.
Sosialisasi yang tak menyeluruh memicu beragam keluhan dari peserta. Keluhan tersebut soal proses rujukan berjenjang ketika peserta akan berobat.
"Sistemnya rujukan berjenjang, dari puskesmas baru ke rumah sakit. Kalau ngikutin ketentuan ya tidak ada keluhan. Tapi kalau tidak mengikuti ketentuan, mereka berpikir BPJS berbelit-belit," katanya.
Lebih lanjut, persoalan pemilihan rumah sakit juga menjadi keluhan peserta BPJS Kesehatan. Afriza menjelaskan, tak semua penyakit langsung ditangani oleh rumah sakit berkualitas.
Jika masih dapat ditangani oleh rumah sakit regional, maka peserta bakal dirujuk kesana terlebih dahulu. Menjadi persoalan ketika peserta tak mau dirujuk ke rumah sakit biasa melainkan rumah sakit berkelas.
"Misal mau operasi jantung di Jakarta, orang Manado harus periksa dulu di RS Kandau, yang bisa operasi jantung dan punya instalasi jantung. Mereka (peserta) maunya atas permintaan keluarga langsung ke Jakarta. Padahal dalam rangka mendapat hak ada prosedur yang harus dipatuhi," ujarnya.
"Kalau sesuai ketentuan, misal dia punya kartu, sesuai dengan master file kita, dan sesuai dengan indikasi, akan ditanggung BPJS," ucapnya.
Saat ini, untuk melayani seluruh peserta BPJS, 278 pegawai termasuk tenaga medis telah disiapkan. Mereka melayani beragam klaim penyakit antara lain jantung, hipertensi dan diabetes melitus.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan, mencetak lebih dari 81 juta Kartu Indonesia Sehat untuk orang tak mampu yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pembagian kartu sekaligus sosialisasi telah dilakukan di tujuh provinsi antara lain DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Maluku (Pulau Buru), Papua (Jayapura), dan Papua Barat (Manokwari).
Hari ini, Kamis (28/5), Presiden Jokowi membagikan sebanyak 1.902 kartu kepada penduduk tak mampu di wilayah Sulawesi Utara. Pemberian seremonial bakal digelar di Puskesmas Talawan, Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
(meg)