Islah Khusus Tak Hentikan Proses Hukum Kepengurusan Golkar

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Sabtu, 30 Mei 2015 20:33 WIB
Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, tetap melanjutkan proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ketua Umum Partai Golkar versi munas Bali Aburizal Bakrie dalam acara penandatanganan perjanjian islah antara kedua kubu, di Jakarta. Sabtu, (30/5). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Bali dan Ancol, Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, memilih untuk tetap melanjutkan proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sampai tuntas walaupun islah khusus telah mereka sepakati.

Sesaat setelah penandatanganan perjanjian islah khusus dilakukan, Ical—sapaan Aburizal—mengatakan bahwa ia akan tetap melanjutkan proses hukum yang berjalan untuk menentukan siapa kepengurusan Golkar yang sah di depan hukum.

"Kita berhasil menandatangani satu kesepakatan awal menuju kesepakatan-kesepakatan kedepannya. Meskipun demikian, perbedaan yang masih ada kita serahkan kepada hukum. Biarlah pengadilan yang memutuskan siapa (kepengurusan) yang benar dan tidak benar," kata Ical di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (30/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Senada dengan Ical, Ketua Umum DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta, Agung Laksono, mengatakan secara tersirat bahwa dirinya akan tetap melanjutkan gugatan terhadap keputusan PTUN yang menganulir surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM tentang kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta 2014.

"Masalah pokok yang kami hadapi sekarang adalah perselisihan kepengurusan. Itu terus kita hadapi. Saya belum bisa katakan (akan ada islah menyeluruh atau belum dalam waktu dekat ini)," ujar Agung.

Sebelumnya, keputusan PTUN yang dibacakan Hakim Teguh Setya Bhakti pada Senin (18/5) lalu mengatakan bahwa Agung Laksono, sebagai pihak tergugat, telah memaksakan kehendak dengan cara mengajukan surat keputusan sepihak mengenai AD/ART dan kepengurusan Partai Golkar tanpa melakukan pembenahan terlebih dahulu di internal partai.

SK Menkumham pun akhirnya dibatalkan oleh PTUN Jakarta. Dalam pertimbangan hakim kala itu, Yasonna telah dibiarkan menafsirkan keputusan Mahkamah Partai yang belum final dan mengikat. Hal ini bisa dianggap sebagai perbuatan tercela tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan politik.

(lalu/utw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER