Jakarta, CNN Indonesia -- Terpidana kasus suap cek pelawat (traveller cheque), Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Gultom mesti kembali membangun jaringan dan merehabilitasi namanya untuk kembali pada jalannya sebagai ekonom dan praktisi juga akademisi sebelum terjerat kasus korupsi yang membuatnya mendekam tiga tahun di balik jeruji besi.
Sosok Miranda begitu disegani di kancah ekonomi Indonesia, terlebih di kalangan petinggi Bank Indonesia. Wanita keturunan Batak itu menjelma sebagai salah satu srikandi ekonomi di Indonesia dan berhasil menduduki jabatan-jabatan strategis di Bank Indonesia.
Tak kurang satu apapun dari segi akademis, latar belakang pendidikannya cukup menjadi perhatian. Lahir di Jakarta pada tanggal 19 Juni 1949 ia berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Indonesia. Melanjutkan pendidikannya di Boston University Amerika hingga akhirnya memperoleh gelar Master dan Ph.D dalam bidang Ekonomi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Miranda juga di anugerahi gelar sebagai Guru Besar pada tahun 2007 oleh Universitas Indonesia terkait pemikirannya tentang perekonomian Indonesia. Ia berkarier sebagai Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1973, Miranda lalu melanjutkan kariernya dengan menjabat sebagai Deputi Gubernur BI pada tahun 1999 hingga 2003 serta diangkat sebagai Deputi Senior BI untuk masa jabatan tahun 2004 hingga 2008 setelah sebelumnya diajukan oleh mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Namun sebutan srikandi ekonomi pudar seiring praktik suap yang ia lakukan kepada anggota DPR periode 1999-2004. Bermula di 2008, Miranda dilaporkan oleh mantan anggota DPR periode 1999-2004, Agus Condro dengan melaporkan dirinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas praktek suap sebesar Rp 24 miliar dalam bentuk cek sebanyak 480 lembar yang dibagikan kepada beberapa anggota DPR periode 1999-2004 untuk memuluskan langkanya menjadi Deputi Senior Gubernur BI kala itu.
Miranda pun seketika menjadi tersangka dan berkas penyidikan dilimpahkan ke pengadilan, Ketua Jaksa Penuntut Umum sidang kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Supardi menyatakan pemberian cek perjalanan tersebut terkait upaya pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Supardi menjelaskan Miranda, bersama pengusaha Nunun Nurbaeti, turut serta memberikan cek pelawat senilai Rp 24 miliar kepada sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004. Meski pemberian cek tersebut tidak dilakukan Miranda secara langsung, namun perbuatan Miranda dianggap ikut menyuap karena perbuatannya berhubungan dan berkaitan erat dengan perbuatan aktor lain, di antaranya Nunun Nurbaeti.
Supardi juga mengatakan Miranda bersama Nunun telah mengatur sejumlah pertemuan dengan anggota DPR untuk mengarahkan pertanyaan dalam proses uji kelayakan dan kepatutan pemilihan deputi gubernur pada 2004 lalu.
Pada 2012 majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Gusrizal dalam persidangan di Pengadilan Tipikor menjatuhi hukuman tiga tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Miranda dihukum empat tahun penjara serta denda Rp 150 juta subsider kurungan empat bulan.
Pada tanggal 25 April 2013, Miranda diputus bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman tiga tahun penjara. Ia terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selanjutnya, pada tingkat banding, majelis hakim pengadilan tinggi memperkuat putusan tersebut. Tak terima dengan putusan tersebut, Miranda mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun bukannya mendapat keringanan, MA justru menolak kasasi yang diajukan oleh dirinya.
Hingga akhirnya majelis hakim yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Mohammad Askin, dan MS Lumme menguatkan putusan pengadilan tinggi bahwa Miranda terbukti menyuap anggota DPR. Tak hanya Miranda dan Nunun yang dihukum, tetapi juga beberapa politikus PDIP sekaligus anggota DPR periode 1999-2004, Panda Nababan, Hamka Yamdhu, Dudhie Makmun Murod, dan lainnya juga mendapatkan hukuman penjara.
Hingga akhirnya, Selasa (2/6) pagi, Miranda Gultom menghirup udara bebas setelah menjalani pidana penjara selama tiga tahun di bui. Miranda ditahan sejak 1 Juni 2012 silam di Lapas Wanita Tangerang, Banten.
Miranda akhirnya bebas 1 Juni 2015, tanpa remisi sedikitpun ia menggenapi kurungan badan selama tiga tahun. Sosok Miranda kemudian terlihat dalam sebuah kebaktian di gereja tempat ia biasa beribadah, yang telah direncanakan sanak keluarga juga kerabat.
Seperti biasa, dengan rambut berwarna dan setelan modis khas Miranda, ia tersenyum sumringah di hari pertama menapakan kaki di luar lapas setelah tiga tahun. Dengan kondisi sehat, Miranda lebih senang menebar senyum kepada para pewarta ketimbang berkomentar.
"Sehat. Sekarang saya jadi lebih sabar, dan sudah lulus dari 'Universitas kehidupan' (penjara)," kata Miranda didampingi sang suami usai kebaktian di Gereja GPIB Paulus, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (2/6) yang bertepatan dengan hari raya keagamaan Buddha, Waisak.
(pit)