Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung mengaku tidak berencana untuk melakukan supervisi terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utama PT PLN dan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jumat (5/6).
"Kasus ini sudah berjalan sebagaimana mestinya tanpa supervisi dari Kejagung," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum, Tony Spontana kepada CNN Indonesia.
Tony beralasan, proses penyelidikan hingga penyidikan terhadap Dahlan Iskan dilakukan oleh Kejati DKI sejak awal. Begitu pula dengan proses penetapan tersangka.
(Baca: Dahlan Iskan Disangka Rancang Gardu di Atas 17 Tanah Bertuan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini, Kejati DKI telah melayangkan surat permohonan pencekalan atas nama Dahlan Iskan ke Kejaksaan Agung. Permohonan pencekalan dilakukan untuk mempermudah proses pemeriksaan atas perkara yang bersangkutan. "(Surat) sudah diterima di Direktorat II Kejagung dan sedang dalam proses," ujar Tony.
Kejati DKI Jakarta Jumat sore ini menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan gardu induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013. Penetapan dilakukan berdasar alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik.
(Baca: Dahlan Disangka Sebabkan Belasan Belasan Proyek Gardu Induk Mangkrak)
Penyidik menilai Dahlan telah menyebabkan mangkraknya belasan proyek gardu induk. "Uang muka sudah dicairkan, ada juga yang sudah dibayar untuk termin pertama dan kedua. Dari 21 gardu induk yang dibangun, tiga tidak ada kontrak, 5 selesai, dan 13 bermasalah," ujar Kepala Kejati DKI Jakarta, Adi Toegarisman usai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (5/6).
Adi mengatakan dalam mekanisme pembayaran Dahlan juga dinilai menyalahi aturan. Ia menegaskan, sistem pembayaran seharusnya melalui mekanisme konstruksi alih-alih mekanisme on set atau berdasar pembelian material. "Pembayaran seharusnya sesuai dengan sejauh mana penyelesaian pekerjaan, bukan berapa material yang dibeli rekanan," katanya.
Selain itu, Dahlan juga dituding merancang pembangunan gardu induk di atas 17 tanah bertuan. Padahal, pembangunan gardu yang memakan waktu tahunan harus dimulai dengan pembebasan lahan. "Kalau (proyek) multiyears bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini tidak. Dari 21 yang dibangun, empat milik PLN sisanya tidak," ujarnya.
(Baca: Kejaksaan Segera Terbitkan Surat Pencekalan Dahlan)Atas kelalaian sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tersebut, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.
(Baca: Dua Jeratan Jaksa Jadikan Dahlan Iskan Tersangka)Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
(obs)