Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro, John Nakiaya, berpendapat pemerintah sebaiknya turut 'menggandeng' masyarakat adat apabila ingin membangun Papua. Selama ini, John merasa pemerintah telah mengesampingkan masyarakat adat.
"Mau tidak mau, pemerintah harus kerja sama dengan masyarakat adat. Dengan begitu, program dan proyek pembangunan dari pemerintah akan mulus. Kalau tidak kerja sama, proyeknya akan tersendat," kata John saat ditemui di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, belum lama ini.
Menurut John, masyarakat lokal tidak akan segan menggagalkan program pembangunan pemerintah apabila mereka tidak dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanannya. "Tak jarang, masyarakat lokal melakukan teror. Jangan dikira teror itu dari Organisasi Papua Merdeka (OPM). Itu dari masyarakat lokal," ujar John.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga:
Masyarakat Adat Kamoro Papua Tolak Pembangunan SmelterLebih lanjut, John menyayangkan sikap pemerintah daerah yang tidak mengakui komunitasnya sebagai masyarakat adat. Menurut John, tanah di Papua telah terbagi-bagi untuk berbagai suku yang mendiaminya. Tanah itulah yang kemudian dikenal sebagai wilayah adat.
"Masyarakat adat telah menguasai tanah jauh sebelum republik ini ada. Bagaimana bisa Bupati Mimika mengatakan kami tidak punya hak atas tanah kami?" tuturnya.
Ia juga menyesalkan sikap bupati yang tidak mengakui pihaknya sebagai masyarakat adat. "Kami sudah coba lakukan dialog dengan bupati, tetapi dia di Jakarta terus," kata John.
Di sisi lain, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahan Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Muhnur Satyahaprabu berpendapat pemerintah belum punya pemahaman memadai untuk melindungi masyarakat adat.
Ia mengatakan konflik terkait masyarakat adat adalah masalah klasik yang terus-menerus terjadi tanpa ada solusi nyata dari pemerintah. Di Papua, Muhnur menilai kebijakan daerah masih belum bisa mengakomodasi masyarakat adat.
"Hutan pun masih dianggap komoditas kapital," ucapnya. Lebih lanjut, Muhnur berpendapat tidak diakuinya masyarakat adat oleh pemerintah telah menjadi bagian dari konflik besar di Papua.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin berpendapat selama ini pemerintah melakukan pembangunan dengan versi Jakarta di Papua. Artinya, pemerintah melakukan pembangunan di Papua tanpa memperhatikan kearifan lokal setempat.
"Ini sama saja pemerintah melakukan pembangunan yang tidak diinginkan masyarakat Papua. Seharusnya ada diskusi dulu dengan masyarakat lokal, barulah melakukan pembangunan," ujarnya.
(adt/sip)