Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurahman Ruki mengatakan bahwa berdasarkan dinamika yang terjadi selama ini hal penindakan lebih mudah dilakukan oleh lembaganya daripada pencegahan.
Ruki mengatakan, hal tersebut didasari atas fakta bahwa pencegahan mengakibatkan perlambatan dalam bekerja.
"Pencegahan, jujur saja adanya dinamika organisasi mengakibatkan perlambatan dalam bekerja," kata Ruki saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa malam (9/6), seusai menggelar rapat anggaran dengan Komisi III DPR RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena program kerja banyak yang tak jalan, lalu ada dinamika organisasi yang tidak menguntungkan dari mulai Januari tahun ini. Kita semua tahu apa dinamika tersebut," ujarnya.
Berbeda dengan pencegahan yang menghambat kerja di KPK, Ruki mengatakan bahwa penindakan yang dilakukan oleh KPK lebih cepat menyedot anggaran.
Dinamika tersebut yang akhirnya membuat proses penindakan jadi fokus realisasi anggaran yang dilakukan oleh KPK.
"Dinamika belakangan ini soal penindakan tergantung laporan dan tindak lanjutnya. Laporan yang ditindaklanjuti oleh penyelidikan dan selanjutnya matang maka akan menyedot anggaran dengan cepat," kata Ruki.
Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Yenti Ganarsih, yang kini menjadi anggota Tim Panitia Seleksi calon pimpinan KPK, mengatakan Indonesia masih membutuhkan mekanisme pemberantasan korupsi melalui penindakan. Hal tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia.
“Sesuai United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), 70 persen memang pencegahan dan 30 persen penindakan. Tapi itu masih sulit. Lihat porsi di negaranya apakah penindakan sudah cukup. Kita lihat di sini, kita masih butuh penindakan," ujarnya Yenti.
Menurut Yenti, tanpa mengerdilkan pencegahan, penindakan merupakan salah satu langkah tepat untuk menuntaskan kasus korupsi yang telah menggantung beberapa tahun. (Baca:
Soal Inpres Korupsi, Penindakan Koruptor Tetap Penting)
(obs)