Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan hari Selasa (16/6) ini memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk diperiksa terkait dugaan korupsi proyek Gardu Induk pada tahun 2011 hingga 2013. Dahlan hadir dengan didampingi oleh kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra.
"Saya mewakili Pak Dahlan sebagai kuasa hukum. Kami kooperatif pagi ini datang untuk memenuhi panggilan Kejaksaan sebagai tersangka," ujar Yusril di gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Selasa.
(Baca Juga: Dahlan Sedih Staf Jadi Korban, Siap Ganti Biaya Mobil Listrik)Yusril mengatakan telah melakukan penelaahan hukum terhadap pasal-pasal yang disangkakan kepada Dahlan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan menjelaskan fakta-fakta dan dari segi landasan hukumnya. Pada prinsipnya, itu didapatkan setelah kami lakukan penelaahan mendalam terhadap kasus pak Dahlan," ujarnya.
(Lihat Juga:Dahlan Iskan Resmi Dicekal ke Luar Negeri)Yusril selaku kuasa hukum berkeyakinan bahwa kliennya tidak menyalahi prosedur pelaksanaan proyek saat menjadi Direktur PLN.
"Kami berkeyakinan tidak ada hal yang dilanggar dan tidak ada kerugian negara dan norma hukum yang dilanggar dalam kasus ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan pada pelaksanaan proyek saat itu telah terjadi perubahan-perubahan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sehingga perlu ketelitian dari penyidik Kejaksaan dalam menindak kliennya.
"Pertama dalam kasus penanganan gardu listrik yang jumlahnya 21 padahal hanya 18. Juga terkait perubahan-perubahan kebijakan dari pemerintah pengadaan proyek yang semula pakai APBN kemudian dengan dana PLN," ujar Yusril.
Yusril juga menyampaikan pelaksanaan proyek sudah terjadi sejak Dahlan belum menjabat sebagai Direktur PLN dan hingga Dahlan menjabat sebagai Menteri BUMN. Sehingga ia berkeyakinan bahwa kliennya tidak bersalah dalam proyek tersebut.
"Hal yang nampaknya perlu diperhatikan oleh penyidik adalah masalah waktu, tanggal dan periode yang sebenarnya dikemukakan. Semua prosedur sudah diikuti. Tidak ada yang dilanggar. Karena sudah diperiksa BPK," ujar Yusril.
Sebelumnya, dalam kasus tersebut Dahlan yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dinilai menyebabkan mandeknya belasan proyek gardu.
"Uang muka sudah dicairkan, ada juga yang sudah dibayar untuk termin pertama dan kedua. Dari 21 gardu induk yang dibangun, 3 tidak ada kontrak, 5 selesai, dan 13 bermasalah," ujar Kepala Kejati DKI Jakarta Adi Toegarisman usai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (5/6).
Lebih jauh, dalam mekanisme pembayaran, Dahlan juga dinilai menyalahi aturan. Adi menegaskan, sistem pembayaran seharusnya melalui mekanisme konstruksi alih-alih mekanisme on site atau berdasar pembelian material.
"Pembayaran seharusnya sesuai dengan sejauh mana penyelesaian pekerjaan, bukan berapa material yang dibeli rekanan," katanya.
Selain itu, Dahlan juga dituding merancang pembangunan gardu induk di atas 17 tanah bertuan. Padahal, pembangunan gardu yang memakan waktu tahunan harus dimulai dengan pembebasan lahan.
"Kalau (proyek) multiyears bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini tidak. Dari 21 yang dibangun, empat milik PLN sisanya tidak," ujarnya.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
Atas kelalaiannya, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.
(utd)