Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta memanggil Dahlan Iskan untuk diperiksa tim penyidik. Mantan Menteri BUMN kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut akan diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara periode 2011 hingga 2013.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo membenarkan pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan perdana Dahlan sebagai tersangka setelah bos media ini absen pada pemanggilan pertama.
"Iya Dahlan diperiksa jam 9," kata Waluyo ketika dihubungi CNN Indonesia, Selasa (16/6).
(Lihat Juga: Batal Hadiri Pemeriksaan Kejati, Pak Bos Dahlan Iskan Lelah)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Dahlan dijadwalkan untuk disidik pada pekan lalu, Kamis (11/6). Namun, Dahlan tak hadir dan menyampaikan surat melalui anak buahnya kepada Kejati DKI Jakarta. Alasannya, mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara ini belum menentukan pengacara untuk mendampinginya.
Seperti yang diketahui berdasar situs pribadi gardudahlan.com, kini Dahlan telah menunjuk mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya.
(Baca Juga: Cerita 'Pak Bos' Dahlan Iskan Pilih Yusril jadi Pengacaranya)
Dalam kasus tersebut Dahlan, yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, dinilai menyebabkan mandeknya belasan proyek gardu.
"Uang muka sudah dicairkan, ada juga yang sudah dibayar untuk termin pertama dan kedua. Dari 21 gardu induk yang dibangun, 3 tidak ada kontrak, 5 selesai, dan 13 bermasalah," ujar Kepala Kejati DKI Jakarta Adi Toegarisman usai jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (5/6).
Lebih jauh, dalam mekanisme pembayaran, Dahlan juga dinilai menyalahi aturan. Adi menegaskan, sistem pembayaran seharusnya melalui mekanisme konstruksi alih-alih mekanisme on site atau berdasar pembelian material.
"Pembayaran seharusnya sesuai dengan sejauh mana penyelesaian pekerjaan, bukan berapa material yang dibeli rekanan," katanya.
Selain itu, Dahlan juga dituding merancang pembangunan gardu induk di atas 17 tanah bertuan. Padahal, pembangunan gardu yang memakan waktu tahunan harus dimulai dengan pembebasan lahan.
"Kalau proyek multiyears bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini tidak. Dari 21 yang dibangun, empat milik PLN sisanya tidak," ujarnya.
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
Atas kelalaiannya, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.
(utd)