Jakarta, CNN Indonesia -- Selamat Pagi?? Pagi !! Pagi !! PagI!!
Selamat Siang?? Pagi !! Pagi !! Pagi !!
Selamat Malam?? Pagi !! Pagi !! Pagi!!
Itu lah kalimat yang pertama kali diajarkan para pelatih dari satuan Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) kepada para peserta yang mengikuti Pelatihan Kedaruratan Wartawan yang digelar oleh Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata-kata tersebut disampaikan oleh kepala pelatih, Letnan Satu (Lettu) Infanteri Agus Supriyanto pada kami saat tiba di Detasemen Pemelihataan Daerah Latihan Kostrad Sanggabuana di Karawang, Jawa Barat, pada Kamis malam (11/6). "Prajurit itu harus semangat baik pagi, siang, ataupun malam jadi jawabannya harus semangat, 'Pagi ! Pagi ! Pagi!!'," ujar Agus dengan semangat sangat tinggi.
Agus lalu mengajarkan ke kami untuk tetap siaga jika tiba-tiba ada serangan yang mendekat. "Jika ada bunyi peluit yang berentetan artinya ada serangan musuh dan kalian semua harus tiarap sambil berteriak 'darurat' terus menerus,” ajar Lettu Agus.
Suara peluit berentetan pun tiba-tiba bergema di udara dan semua sontak mencari tempat untuk tiarap dan berlindung. Tiarap ini harus dilakukan berulang-ulang karena salah. "Kalian semua ini lemot seperti pentium satu (
processor komputer) saja," ujarnya tegas.
Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB dan pelajaran soal kedaruratan belum juga berakhir. Ada banyak pelajaran yang diajarkan, tapi yang paling membekas adalah pelajaran tentang mendeskripsikan 'siapa kita'.
Saat ditanya 'siapa kita', kami harus menjawab dengan tepukan tangan ke arah dada sebanyak dua kali lalu diteruskan dengan lambaian tangan sambil berkata 'Haa'. Gerakan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali lalu diakhiri dengan kata-kata 'Haa Haa Jurnalis Jurnalis Jurnalis Yes' sembari mengepalkan tangan kanan. 'Dep Dep Haa, Dep Dep Haa, Dep Dep Haa, Haa Haa Jurnalis Jurnalis Jurnalis Yes!' - kira-kira seperti itulah salam yang diajarkan.
Kelar pelatihan sekira jelang tengah malam, kami digiring untuk tidur, di barak tentu saja. Tiga barak dibagi untuk 84 peserta. Barak pertama khusus untuk perempuan, dan sisanya untuk laki-laki.
Tidak ada kasur, bantal-guling untuk kawan tidur. Yang tersedia adalah ranjang berukuran panjang dengan alas tripleks untuk barak laki-laki, dan karpet hijau untuk barak perempuan. Butuh usaha cukup keras juga untuk bisa memecamkan mata.
Saat usaha tidur hampir suskses, suara 'dor dor dor!!!' dan 'duar duar duar!!!’ kencang terdengar dari sekeliling area latihan. Dilanjutkan suara peluit yang berentet. Kondisi artinya sedang darurat. Saat kami mencoba memakai pakaian dinas lapangan (PDL) loreng khas TNI, para pelatih, termasuk Lettu Agus masuk ke barak. Mereka meneriaki kami untuk bergegas memasuki lapangan latihan dan tiarap. "Tidak ada yang lamban, cepat, cepat, perang sudah dimulai," teriak salah satu pelatih.
Tiarap beberapa saat, peluit panjang sebanyak tiga kali berbunyi. Keadaan sudah aman. Bersamaan dengan bunyi peluit tersebut, kami diminta bangun dari tiarap sembari berkata “Aman !!, Aman !! Aman!!".
Usai alarm bom kami disuruh kembali ke barak untuk istirahat. Tidak boleh ada yang bercengkerama di luar barak. Beberapa dari kami berjaga untuk menghadapi kejutan lagi. Peserta di barak nomor 3 misalnya. Mereka tidak ada yang melepas PDL mereka, hanya sepatu saja.
Antisipasi yang tepat. Jelang subuh, rentetan suara senjata dan bom kembali berkumandang. Kami kembali bergegas keluar barak dan tiarap. Kali ini, tak ada bunyi peluit. Para pelatih pun tak nampak. Hampir 10 menit kami tiarap dengan rasa bingung.
Peluit tanda aman akhirnya terdengar juga. Kembalilah kami ke barak lagi. Hanya saja, kali ini, usaha untuk memejamkan mata tak ada yang berhasil. Paginya kami mesti bersiap mengikuti pembukaan yang dilakukan langsung oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Sambil dengan mata terkantuk-kantuk.
(hel)