Jakarta, CNN Indonesia -- Hari kedua pelatihan Pelatihan Kedaruratan Wartawan dengan pelatih dari Kostrad dibuka dengan senam pagi dan cara sarapan yang menarik. Layaknya makan prajurit TNI, kami harus makan menggunakan ompreng dan menata setiap unsur makanan di tempat yang tepat. Minuman kemasan disimpan di bagian paling kiri atas, sayuran di tengah atas, daging di kanan atas, sendok garpu di kanan bawah, nasi di tengah, dan kerupuk di kiri bawah.
Setelah mengambil makanan, kami diminta berbaris di depan kursi sebelum duduk manis untuk makan. Cara duduk pun diatur. Tidak boleh ada suara kursi bergeser. Jika terdengar, duduk pun harus diulang. Dua kali percobaan, akhirnya berhasil juga duduk tanpa ada suara.
Membuka topi, barulah kami mulai makan. "Dalam 10 hitungan semua harus habis, tak ada kuah tersisa, tak ada satu butir nasipun yang tersisa. Semua harus habis," kata salah satu pelatih. Kami harus membantu menghabiskan makanan kawan di sebelah kanan, kiri, dan depan jika dalam hitungan 10 tak tandas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan perut kenyang namun aneh, kami diminta untuk menaiki "tangga 225" ke tempat penyambutan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Disebut "tangga 225" karena anak tangga tersebut ada 225 dengan kemiringan yang cukup curam.
Sesampainya di puncak, kami disuguhi pemandangan helipad dan lapangan upacara untuk pembukaan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Kami, para wartawan, serta satuan TNI yang lain, Polisi Militer (POM), Angkatan Laut dan Pasukan Pengintai Tempur (Taipur) langsung diminta untuk mengadakan gladi resik.
Gladi resik itu adalah saatnya kami menunjukkanpelajaran-pelajaran yang sebelumnya diajarkan oleh Lettu Infanteri Agus Supriyanto, mulai dari 'siapa kita' hingga pose 'darurat'. Kami lalu diminta 'bersembunyi' di sisi kanan-kiri lapangan upacara dan baru diperbolehkan keluar saat Moeldoko memasuki lapangan upacara.
Pukul 08.20 WIB, helikopter yang digunakan Moeldoko mendarat di Sanggabuana, Karawang dan Sang Panglima langsung berjalan ke arah lapangan upacara. Kami yang sembunyi langsung keluar memasuki lapangan dan berbaris sesuai dengan yang dilakukan saat gladi resik.
"Ini perlu dicermati bahwa saudara wartawan nanti jika memiliki tugas di wilayah tidak aman maka perlu memahami situasi di sana," ujar Moeldoko usai menyematkan pita pada perwakilan dari kami.
Begitu Moeldoko selesai memberikan sambutan, tiba-tiba suara rentetan senjata dan bom kembali menghujam sekitaran lokasi lapangan upacara. Kami langsung melakukan gerakan 'darurat' dengan tiarap mengelilingi seluruh penjuru lapangan.
Suara ledakan tak henti menghujam selama lima menit. Lalu terdengar bunyi peluit panjang sebanyak dua kali. Ini berarti suasana sudah mendekati aman. "Persiapan!!" ujar kami hampir bersamaan. .
Tak lama, sebuah ledakan super besar menggema di lapangan upacara dan setelahnya disambut oleh bunyi peluit panjang sebanyak tiga kali. Keadaan sudah aman. Kami teriak ‘Aman !! Aman !! Aman !!' dan langsung berlari ke arah Moeldoko untuk melakukan sesi foto bersama.
Itu hanya pembuka sebelum kami mendapatkan pelajaran apa yang mesti dilakukan di dalam hutan. Kami dibagi dalam sembilan kelompok yang terdiri atas delapan hingga sepuluh orang per kelompok. CNN Indonesia tergabung dalam kelompok tiga dan harus berjalan bersama kelompok empat menyusuri hutan perkebunan di Sanggabuana.
Pelajaran pertama yang dihadapi adalah mengenai mengesan jejak dan menghilangkan jejak. Dalam pelajaran tersebut, kami diajarkan untuk mengidentifikasi mana-mana saja jejak yang dihasilkan oleh manusia, hewan, ataupun alam.
Setengah jam kami belajar mengesan jejak lalu ke soal survival. Kami diajarkan untuk bisa bertahan hidup di hutan belantara. Para pelatih mengajarkan bagaimana membangun tenda darurat menggunakan jas hujan, lalu memilih berbagai jenis tanamam yang bisa dimakan di hutan. "Ada jantung pisang, genjer, singkong, hingga ubi yang bisa di makan," ujar salah satu pelatih.
Selain tanaman, kami diperkenalkan pada biawak dan ular sanca yang bisa dikonsumsi sebagai protein. Tentu kami diajarkan bagaimana memegang kedua hewan liar tersebut serta bagian mana yang bisa dikonsumsi. Kalau tidak percuma saja kami diajarkan bahwa biawak dan sanca bisa dimakan.
Urusan survival dipotong dengan salat jumat di lapangan rumput. Sebagia dari kami kembali bersiap untuk melanjutkan keliling hutan. Sementara CNN Indonesia, diminta diam di lokasi lapangan rumput karena pelajaran selanjutnya diadakan di sana.
Pelajaran tersebut dinamakan patroli yaitu bagaimana melihat keadaan musuh di depan. Kelompok tiga dan empat langsung menuju tempat latihan untuk menaksir jarak dari tembakan-tembakan. Sesampainya di lokasi, dua tembakan dilepaskan dan kami diminta menaksir sejauh apa jarak tembakan itu.
Tembakan pertama berasal dari jarak kurang lebih 200 meter, sedangkan tembakan kedua berjarak 400 meter. "Keduanya dilakukan oleh pistol," kata pelatih yang bernama Alipudin tersebut. Sopian, pelatih pendamping kelompok tiga dan empat lalu meminta kami kembali ke barak.
Sepanjang perjalanan, kami bercanda dengan Sopian soal berendam di sungai yang tak jauh dari lokasi barak. Obrolan soal batu akik pun muncul. "Nanti tugas berikutnya mencari batu akik pancawarna di sungai. Jika tidak ketemu tidak akan diperbolehkan pulang," kata Sopian sambil tertawa.
(hel)