Jakarta, CNN Indonesia -- Anas Urbaningrum, terpidana kasus korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, resmi dipindahkan dari Rumah Tahanan KPK ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Bandung, Rabu (17/6). Ketika keluar dari pintu rumah tahanan, Anas justru melawak soal penundaan eksekusi pemindahan dirinya lantaran mengikuti program 'Mondok Ramadan'.
Anas keluar sekitar pukul 14.50 WIB dengan menebar sapa dan senyum kepada awak media. Bekas Ketua Umum Partai Demokrat ini disambut oleh koleganya dan pengacara Anas, Firman Wijaya.
"Ini (eksekusi pemindahan) lebih lama dari yang saya harapkan. Jaksa eksekutor punya rencana. Rencananya saya ikut program Mondok Ramadan dan hari ini baru berangkat," ujar Anas di depan Rutan KPK, Jakarta. (Baca juga:
Pasek: Jika Saya Jadi Ketua Umum Demokrat, Jangan di-Anas-kan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anas menuturkan, dirinya bakal memulai hari pertamanya di Sukamiskin dengan Salat Tarawih bersama dengan narapidana dan sipir di bui. "Kan nanti malam baru tarawih jadi disesuaikan dengan program Mondok Ramadan," katanya.
Anas mengaku bersyukur mendapatkan tempat yang menurutnya lebih layak ketimbang rutan. "Kalau di tahanan KPK statusnya seperti satu perdelapan manusia. Kalau di lapas, setidaknya bisa naik sedikit jadi setengah manusia. Jadi ada peningkatan derajatlah kalau di lapas," tuturnya.
Ketika ditanya soal rekan satu selnya di Sukamiskn, Anas mengaku belum tahu. "Yaa gak tau, kita namanya warga baru ya ikut aturan aja. Ketemu sama siapa saja kan tidak apa," ujarnya. Seperti diketahui, rekan separtai Anas, Andi Mallarangeng dan Nazaruddin telah lebih dulu menghuni LP Sukamiskin.
Eksekusi pemindahan Anas dilakukan setelah MA menolak kasasi Anas. MA menggandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan bulan kurungan.
Selain itu Anas juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 57,592 miliar kepada negara. Apabila uang pengganti ini dalam waktu 1 bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang dan apabila masih juga belum cukup, Anas terancam penjara selama 4 tahun.
Lebih lanjut, majelis mengabulkan permohonan Jaksa Penuntut Umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. (Baca juga:
Hamdan Zoelva: 17 Putusan Artidjo Perlu Dieksaminasi)
Di dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal (predicate crime) dalam tindak pidana pencucian uang harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis mengacu kepada ketentuan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.
Majelis berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU TPPK jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.
"Palu hakim kasasi berlumuran `darah`. Kebenaran dan kemanusiaan dilukai secara sengaja oleh nafsu menghukum yang menyala-nyala," ujar Anas dalam keterangan tertulis yang disampaikan pengacaranya, Handika Honggo Wongso, usai menerima putusan kasasi MA. Sementara kuasa hukum Anas lainnya, Firman Wijaya menyebut vonis MA brutal dan tampak arogansi hukum. (Baca juga:
Atut Pertimbangkan Gugat KPK, Minta Dukungan Doa)
(hel)