Ruki: Keberadaan Komite Pengawas KPK Mendesak

Rosmiyati Dewi Kandi & Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 17 Jun 2015 12:32 WIB
Komite Pengawasan bagi Plt Ketua KPK sangat berperan dalam mengawasi pelaksanaan tugas lembaga antirasuah.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meninggalkan gedung Manggala Wana Bakti usai melakukan penggeledahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Selasa (16/12) malam. (Antara Foto/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki menyatakan, keberadaan Komite Pengawas lembaga antirasuah merupakan salah satu poin yang mendesak. Gagasan itu disampaikan Ruki menyusul revisi Undang-Undang KPK yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini.

Ruki menjelaskan, Komite Pengawas merupakan transformasi dari penasihat lembaga antikorupsi. "Yang mendesak adalah meningkatkan peran, fungsi, status, dan struktur penasihat KPK menjadi Komite Pengawas KPK," ujar Ruki di Jakarta.

Menurut Ruki, Komite ini bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dari lembaga antirasuah, menasihati, dan memberi saran pimpinan KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam rapat anatara Badan Legislasi DPR bersama dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Yasonna mengusulkan UU KPK masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015. Menurutnya, UU KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuknya dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/6).

Rencana melakukan revisi UU KPK selama ini kerap menuai pro dan kontra. Keinginan merevisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK itu terakhir dibahas tahun 2012. Draf revisi UU KPK yang diajukan Komisi Hukum DPR saat itu dinilai melemahkan fungsi lembaga antirasuah.

Sebut saja draf yang mengatur soal penyadapan dan penuntutan. UU KPK yang ada saat ini memberi kewenangan luas kepada KPK dalam melakukan upaya penyadapan tanpa perlu meminta izin pengadilan dan tanpa menunggu bukti permulaan yang cukup.

Namun dalam draf itu, KPK diwajibkan meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan dan harus mengantongi bukti permulaan yang cukup. Hanya dalam keadaan mendesak saja penyadapan dapat dilakukan tanpa meminta izin tertulis ketua pengadilan negeri. Frasa "keadaan mendesak" ini tentu saja sangat terbuka untuk diperdebatkan.

Draf itu mendapat penolakan dengan sejumlah argumentasi, di antaranya permintaan izin dapat menyebabkan kebocoran informasi; menimbulkan konflik kepentingan jika penyadapan terkait pemberi izin; dan memperpanjang birokrasi yang justru menyulitkan proses penyelidikan dan penyidikan di KPK. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER