Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly guna membahas soal revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Soal revisi itu, Presiden hari ini panggil Menkumham," ujar Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (17/6).
Setibanya di Istana, Yasonna berpendapat, bahwa wacana revisi UU KPK itu merupakan inisiatif dari DPR, bukan pemerintah. Ia menuturkan, tahun ini hanya mengajukan revisi 10 RUU. Kesepuluh RUU itu di antaranya termasuk soal tambahan bea materai, praperadilan, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wacana revisi ini mengundang kritik dari sebagian masyarakat. Yasonna menanggapi santai. "Ya itu kadang-kadang kan orang enggak mengerti ya. Orang-orang yang enggak mengerti (malah) kasih komentar. Tolol saja begitu. Jadi enggak tahu informasi langsung serodok saja," kata Yasonna.
Politisi PDIP ini menjelaskan, DPR menginginkan agar revisi UU KPK ini bisa masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. "Usul inisiatif DPR, masuk Prolegnas, long-list. Long-list berarti masuk usul revisi. Itu kan sejak raker sudah dikatakan oleh DPR ini kan harus masuk apalagi sekarang ada praperadilan, ada ketidaksempurnaan di dalam UU KPK. Oleh DPR didorong," ujar dia.
Meski DPR kemudian menyatakan kesiapan atas rancangan UU KPK, namun Yasonna memastikan pihak pemerintah juga akan memprioritaskan RUU KUHP, merek, paten, bea materai dan lainnya. Tak hanya itu revisi UU Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah pun tidak kalah penting.
Sebelumnya, Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam Prolegnas prioritas 2015. Hal itu diputuskan melalui rapat yang dilakukan Badan Legislasi DPR bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Revisi UU ini sudah masuk ke dalam daftar panjang Prolegnas periode 2015-2019. Namun Yasonna menilai RUU KPK ini perlu dimasukan dalam Prolegnas prioritas 2015 karena UU KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuk dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan, dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/6).
(pit)