Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung H.M Prasetyo bakal mengevaluasi tiga kasus dugaan korupsi yang menyeret nama mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.
Pengevaluasian itu dilakukan sebagai pertimbangan apakah nantinya kasus-kasus Dahlan akan digabung penanganannya di Gedung Bundar atau dibiarkan terpisah masing-masing.
Prasetyo mengatakan pihak kejaksaan saat ini tengah menangani tiga kasus Dahlan di tempat berbeda, yakni Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejati DKI Jakarta, dan di Kejaksaan Agung sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Prasetyo, penanganan kasus dilakukan di tempat berbeda lantaran temuannya pun didapat secara terpisah, dengan tingkat penanganan yang berbeda pula.
"Karena temuannya berbeda, tahapanya juga berbeda, jadi berangkatnya tidak sama. Nanti akan kita evaluasi apakah akan disatukan atau bergerak sendiri di bawah supervisi Kejagung," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Rabu (17/6).
Prasetyo mengatakan penanganan kasus di tiga perkara yang menyeret nama Dahlan berada pada tahap penanganan yang berbeda. Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 21 gardu listik, pihak Kejati DKI sudah lebih dulu masuk tahap penyidikan dan menetapkan mantan Dirut PLN itu sebagai tersangka.
Sementara di Kejaksaan Agung, Dahlan telah dimintai keterangan sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Pihak kejaksaan memastikan bakal mendalami peran Dahlan dalam perkara ini.
Lain lagi di Kejati Jawa Timur, penyelidik saat ini sedang mendalami keterlibatan Dahlan di balik dugaan penggelapan aset yang dikelola BUMD Pemprov Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha (PWU). Dalam hal ini, Dahlan tercatat pernah menjabat Direktur Utama PT PWU periode 1999-2009.
Prasetyo menegaskan, deretan kasus yang menyeret nama Dahlan Iskan bukanlah sebuah unsur kesengajaan. Dia menepis ada politisasi di balik penanganan kasus yang telah mengaitkan nama Dahlan.
"Kasus ini sudah lama diselidiki dan tidak muncul ujug-ujug. Kalaupun ada pihak-pihak yang menyebut adanya unsur politisasi atau kriminalisasinya, itu tidak benar," ujar Prasetyo.
(meg)