Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, memandang kasus dugaan penyelewengan pengadaan 16 mobil listrik bukan ranah penanganan tindak pidana korupsi lantaran tidak menyebabkan kerugian uang negara. Yusril menilai kasus mobil listrik itu lebih tepat masuk ranah hukum perdata lantaran sengkarut persoalan terjadi pada level perusahaan pengucur dana dengan pengembang proyek.
Menurut Yusril, pengadaan mobil listrik tidak menggunakan anggaran negara, melainkan dari dana sponsor tiga perusahaan BUMN yang, tanpa ditunjuk, menyatakan kesediaan untuk menjadikan mobil listrik sebagai ajang promosi di perhelatan konferensi APEC di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013.
(Lihat Juga: FOKUS Gardu Induk Setrum Dahlan)Tiga perusahaan BUMN yang menyanggupi untuk menyokong dana pengadaan mobil listrik ketika itu adalah Bank Rakyat Indonesia, Perusahaan Gas Negara, dan PT Pertamina (Persero). Mereka menjalin kesepakatan kontrak pengadaan 16 mobil listrik dengan PT Sarimas Ahmadi Pratama sebagai perancang sekaligus pengembang proyek.
(Baca Juga: Berstatus Tersangka, Dahlan Mengaku Hanya Pengusul Proyek)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama PT Sarimas, Dasep Ahmadi, ditunjuk sebagai pengembang proyek lantaran kala itu hanya tenaga ahli lulusan Institut Teknologi Bandung itu yang dianggap punya kompetensi menggarap mobil listrik. Namun seiring pengerjaannya, garapan mobil listrik tersendat dan tidak bisa memenuhi tenggat produksi menjelang APEC di Bali.
Yusril mengatakan keterlambatan penggarapan mobil listrik itu pada akhirnya memicu perdebatan di antara penyokong dana dengan pihak pengembang proyek. Perusahaan Ahmadi beralasan proyek macet lantaran kucuran dana tidak mengalir lancar, sementara pihak penyokong dana menyalahkan keterlambatan terhadap lambannya kinerja perusahaan Ahmadi.
"Mereka kemudian saling menyalahkan satu sama lain. Dari 16 pengadaan mobil listrik hanya tiga yang selesai dan dipajang di ajang APEC," ujar Yusril di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Rabu (17/6).
Menurut Yusril, pengadaan mobil listrik sepenuhnya murni kepentingan bisnis. Alasannya, dana yang dikucurkan untuk pengadaan mobil listrik sepenuhnya menggunakan anggaran perusahaan BUMN utuk kepentingan promosi mereka di ajang APEC.
"Saya melihat persoalan ini sebenarnya murni masalah perdata tiga BUMN itu dengan Pak Ahmadi sebagai pihak yang telah bersepakat membuat mobil listrik. Jadi, tidak terkait korupsi sebenarnya. Pak Dahlan sebagai menteri BUMN hanya berusaha dikait-kaitkan," kata Yusril.
(Baca Juga: Soal Beberapa Perkara yang Melilit 'Pak Bos' Dahlan Iskan)Yusril tidak melihat adanya kerugian uang negara yang diakibatkan oleh proyek pengadaan mobil listrik tersebut. Kebijakan pemerintah dalam hal ini hanya sebatas pada rujukan pengadaan mobil listrik untuk dipamerkan di ajang APEC tanpa melibatkan kucuran anggaran negara.
"Kami lihat saja. Kerugian negara yang bisa menghitung BPK atau BPKP. Kalau Kejaksaan bukan profesinya. Jadi, misalnya uang yang digunakan ada dana promosi dari perusahaan BUMN, unsur kerugian negara saya yakin tidak ada," kata dia.
Meski demikian, pihak Kejaksaan Agung mengaku telah mengantongi bukti dan sejumlah kesaksian yang mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi di balik pengadaan 16 mobil listik tersebut.
"Jumlah kerugiannya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan mobil," ujar Jaksa Agung H.M Prasetyo tanpa menyebut besaran angka yang dimaksud.
(utd)