Diperiksa Bareskrim, Tersangka Kondensat Janji Buka-bukaan

Rinaldy Sofwan Fakhrana | CNN Indonesia
Kamis, 18 Jun 2015 14:17 WIB
Dua tersangka korupsi kondensat Raden Priyono dan Djoko Harsono bahkan datang satu jam lebih awal dari yang dijadwalkan.
Penyidik dari Bareskrim Polri menggeledah kantor SKK Migas di Wisma Mulia, Jakarta, terkait kasus penjualan kondensat ke TPPI pada 2009-2010 lalu. Penggeledahan itu dengan penjagaan ketat. (detikcom/Hasan Alhabshy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri hari ini memeriksa dua tersangka kasus dugaan korupsi kondensat bagian negara yaitu bekas Kepala Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas, sekarang SKK Migas) Raden Priyono dan bekas Deputi Finansial Djoko Harsono.

"DH (Djoko) hari ini diperiksa dengan RP (Priyono). Jadi DH tersangka, RP tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (18/6).

Karena keduanya diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali, maka pemeriksaan akan difokuskan kepada pasal-pasal yang dituduhkan oleh penyidik. "Pasal-pasal korupsi, pasal 2, pasal 3, itu yang akan ditanyakan kepada tersangka dan tentu juga ditambah dengan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) juga," kata Victor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Victor mengatakan, hingga pagi tadi, kedua tersangka bersikap sangat kooperatif dengan para penyidik. Menurutnya, meski agenda pemeriksaan dijadwalkan pada 10.00 WIB tadi, para tersangka sudah datang satu jam sebelumnya.

"Dan DH mengatakan akan membuka semua kalau memang masih ada yang ditutupi," kata Victor. "Saya tidak tahu akan membuka apa, mungkin sore ini akan diketahui setelah pemeriksaan mereka." (Baca juga: Penyidik Bareskrim Akui Perkara SKK Migas Rumit)

Pada kesempatan yang sama, Victor juga menjelaskan peranan masing-masing tersangka dalam kasus ini. Djoko, menurutnya, telah menandatangani surat-surat untuk mengizinkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) melakukan lifting dari BP Migas. "Sementara belum ada perjanjian kontrak sehingga sebenarnya itu melanggar," ujarnya.

Sementara Raden Priyono, menurutnya, selain juga memberi izin melaksanakan lifting, juga menunjuk TPPI secara langsung tanpa melalui prosedur yang benar.

"Setahun kemudian menerbitkan kontrak kerja. Kontrak kerjanya sendiri juga prosesnya tidak benar karena tidak ada tim penunjuk, tidak ada penilaian terhadap analisa kemampuan TPPI dan sebagainya," kata Victor.

"Ada beberapa hal (yang dilanggar), yang sebenarnya aturannya itu mereka sendiri yang buat, yaitu di Keputusan nomor 20 dan nomor 24," kata Victor melanjutkan.

Victor juga menampik pengakuan Priyono bahwa dirinya hanya menjalankan perintah dari atasan. Usai diperiksa di Markas Besar Polri, bulan lalu, dia mengaku hanya berperan sebagai pelaksana kebijakan pemerintah dalam perkara ini. (Baca juga: Kasus Korupsi Kondensat, BPK Permasalahkan Cara Pembayaran)

"Saya kira untuk ukuran Kepala BP Migas ini adalah independen, tidak boleh ada intervensi. Makanya mereka menjadi badan, saya kira tidak ada intervensi," kata Victor. Selain itu, hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi yang sudah dilakukan selama ini pun tidak menemukan ada intervensi pihak lain dalam kasus ini.

Dalam kasus ini, selain Raden Priyono dan Djoko Harsono, penyidik juga telah menetapkan seorang berinisial HW sebagai tersangka. Inisial ini kerap dihubungkan dengan Honggo Wendratno, pemilik lama TPPI yang memang akan diperiksa penyidik. Menurut Victor, tersangka ini belum bisa diperiksa karena masih berada di Singapura lantaran sakit.

Dalam kasus ini, Bareskrim juga sudah memeriksa mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Sri Mulyani menegaskan, dalam rapat soal TPPI ini dirinya tidak hadir. Rapat soal TPPI ini dipimpin oleh wakil presiden waktu itu yaitu Jusuf Kalla. Rapat itu juga dihadiri Menteri ESDM waktu itu, Poernomo Yusgiantoro. Polri mengaku tidak takut untuk memeriksa orang-orang tersebut. (Baca juga: Wapres JK Buat Empat Arahan Terkait TPPI dalam Rapat 2008)

Dalam kasus ini Badan Reserse Kriminal Polri menyebut kerugian negara akibat dugaan korupsi pada penjualan kondensat bagian negara dari Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas, sekarang SKK Migas) oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) bisa mencapai US$2 miliar. Semua uang yang menjadi hak negara itu hilang sama sekali. (Baca juga: Wapres JK Menolak Dipersalahkan dalam Kasus TPPI) (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER